Warga Al-Fashir telah melaporkan drone yang mengikuti warga sipil dan menargetkan setiap pertemuan dalam beberapa bulan terakhir.
Saksi mata lainnya, Abdallah, yang berbicara di al-Dabba, mengatakan ia juga melihat warga sipil yang melarikan diri menjadi sasaran drone. Ia mengatakan melihat 40 mayat tergeletak di tanah di satu lokasi di al-Fashir.
Reuters tidak dapat memverifikasi laporan mereka secara independen. Namun, laporan tersebut secara umum sesuai dengan laporan dari petugas bantuan, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan video media sosial yang terverifikasi.
Citra satelit yang dilaporkan Laboratorium Penelitian Kemanusiaan Yale pekan lalu menunjukkan objek yang sesuai dengan mayat di beberapa bagian al-Fashir.
Citra-citra selanjutnya menunjukkan gangguan tanah yang menunjukkan adanya kuburan massal dan hilangnya objek serta keberadaan kendaraan besar yang menunjukkan adanya pergerakan mayat, orang, atau penjarahan, katanya pekan ini.
Citra satelit juga menunjukkan RSF telah menutup titik keluar utama dari kota, yang mengarah ke kota Garney. Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, pada Jumat (7/11/2025) mengatakan, warga sipil yang trauma masih terjebak di dalam al-Fashir.
"Saya khawatir kekejaman keji seperti eksekusi singkat, pemerkosaan, dan kekerasan bermotif etnis masih terus berlanjut," ujarnya.
Pada Kamis, RSF menyatakan telah menyetujui usulan dari Amerika Serikat dan negara-negara Arab untuk gencatan senjata kemanusiaan dan menyatakan terbuka untuk perundingan tentang penghentian permusuhan. Pada Jumat pagi, pasukan paramiliter melancarkan serangan pesawat tak berawak di ibu kota Khartoum dan kota Atbara, menurut saksi mata.
Baik RSF maupun tentara Sudan telah menyetujui berbagai usulan gencatan senjata selama perang mereka, yang telah menciptakan kantong-kantong kelaparan yang semakin meluas, termasuk di al-Fashir.
(Erha Aprili Ramadhoni)