JAKARTA - Pegiat media sosial, dr. Tifauziah Tyassuma berharap agar kasus ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diselesaikan dengan mekanisme penghentian penyidikan atau SP3. Dia juga menyarankan negara untuk memberikan fasilitas agar Jokowi bisa menjalani perawatan medis ke luar negeri.
"Dalam berbagai negara, ketika tekanan publik terhadap seorang mantan pemimpin mencapai titik yang sangat tinggi, negara memilih memberikan ruang pemulihan, bukan konfrontasi,’’ ujarnya pada wartawan, Rabu (19/11/2025).
‘’Terlebih kami memahami tekanan politik berkepanjangan dapat berdampak serius pada kesehatan fisik dan mental seseorang, dalam hal ini adalah mantan Presiden Joko Widodo, stres akut, penurunan imunitas, hingga risiko komplikasi medis," lanjutnya.
Menurutnya, dalam kerangka mencari penyelesaian yang lebih besar dan lebih beradab, Tifa menawarkan suatu pendekatan yang dikenal dalam kajian politik sebagai Marcos Way. Pendekatan itu menempatkan kemanusiaan sebagai pilar penyelesaian.
"Karena itu, menyediakan jalan keluar berupa kesempatan untuk menjalani perawatan medis di luar negeri, dapat menjadi solusi yang elegan dan manusiawi. Ini yang kami tawarkan," imbuhnya.
Pendekatan seperti itu kata dia memungkinkan dua hal sekaligus berjalan. Di satu sisi, negara menjaga ketenangan publik dan menghindari eskalasi konflik. Di sisi lain, pihak yang bersangkutan tetap mendapatkan ruang penghormatan dan perlindungan kesehatan.
"Inilah pilihan penyelesaian yang tidak merendahkan siapapun, sekaligus membuka jalan bagi negara untuk memfokuskan energi pada masa depan dan agenda pembangunan," terangnya.
Tifa mengungkap, gagasan tentang penghentian penyidikan kasus yang menjeratnya, tentang ijazah Jokowi masuk dalam persoalan ilmiah dan akademik, hingga tentang negara memberikan fasilitas pada Jokowi menjalani perawatan medis ke luar negeri itu merupakan gagasan yang sedianya disampaikan pada forum yang dihadirinya Komisi Percepatan Reformasi Polri. Gagasan itu sebagai sebuah pandangan intelektual dan akademisi.
"Kami sudah berkonsultasi dengan para pakar, para ahli yang kurang lebih terdiri atas 30 profesor dan doktor,’’ujarnya.
‘’Terdiri atas multidisciplinary dan mereka semua berdiskusi day by day dengan kami membahas tentang bagaimana seharusnya kasus kami ini ditegakkan dan bagaimana solusi lebih baik untuk penyelesaian masalah ini," tandasnya.
(Fahmi Firdaus )