 
                JAKARTA - Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam kasus putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) merupakan putusan yang 'mandul'.
 
"Pada sidang yang lalu, DKPP hanya memberikan teguran, itu menandakan bahwa DKPP sebagai penyelenggara Pemilu yang sangat bertoleransi terhadap KPU. Maka sangat sulit untuk meyakini bahwa Pemilu 2014 akan berkualitas sebab pemikiran terhadap terciptanya keadilan terkait Pemilu sudah tidak ada lagi," kata Ketua pendiri  Indonesian Audit Watch (IAW), Junisab Akbar dalam keteranganya di Jakarta, Senin (20/5/2013).
 
Kata Junisab, Jika DKPP sudah menyatakan ada kesalahan dan ada yang bersalah terkait kasus PKPI maka DKPP harus memberikan sanksi yang paling keras. Sebab, sebagai penyelenggara Pemiu, KPU tidak bisa bersalah.
 
"Jika Parpol yang bersalah tidak bisa memenuhi aturan KPU, maka Parpol tidak akan bisa menjadi peserta Pemilu. Lantas bagaimana kalau KPU yang salah dan mengakibatkan parpol tidak ikut pemilu?," tanya Junisab.
 
Mantan anggota DPR RI dari Partai Bintang Reformasi (PBR) ini menambahkan, putusan dari DKPP itu, sebaiknya diperbaiki dengan memutuskan secara tegas dan adil dalam perkara yang diajukan oleh Parpol  yang akan diputuskan pada Selasa 22 Mei mendatang.
 
Dalam keputusan DKPP nanti, idealnya harus setara dengan keputusan yang lalu. Namun, harus dengan tegas merehabilitasi Parpol yang dirugikan oleh akibat kesalahan KPU.
 
"Itu adalah putusan yang bisa menjadi garda terdepan menciptakan Pemilu yang bersih, jujur dan adil. Jika tidak, bukan tidak mungkin jika Pemilu 2014 bermuara sama seperti 2009 maka DKPP yang harus diminta publik untuk ikut bertanggung jawab," ujarnya.
 
Selain itu, kata Junisab, putusan DKPP yang sudah menyatakan ada kesalahan dan menunjuk nama tujuh Komisioner KPU sebenarnya sudah bisa menjadi bukti permulaan untuk menelisik dari sisi hukum pidana dan memintakan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) sebab hasil sidang DKPP itu adalah final dan mengikat.
 
"Artinya, sudah telak. Alat bukti yang telak, sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Itu bisa menjadi pintu masuk menelisik kesalahan KPU dari sisi hukum," pungkasnya.
 
Sementara itu, Direktur Esksekutif Lingkar Madani Untuk Indonesia (LIMA)
Ray Rangkuti mengatakan, keputusan DKPP yang hanya memberi sanksi teguran terhadap tujuh Komisioner KPU merupakan kisah penyelematan KPU yang berulang.
 
"Ini, kali kedua Komisioner KPU diselamatkan oleh DKPP. Kali pertama mengalihkan sanksi yang sejatinya diemban oleh komisioner KPU terhadap sekretariat KPU atas semerawutnya verifikasi adminstratif. Dan kali ini, karena memang murni merupakan kesalahan KPU, DKPP 'berbaikhati' untuk memberi sanksi teguran terhadap KPU atas 'kecongkakan' mereka atas putusan sengekata Bawaslu," kata Ray.
 
Menurut Ray, sanksi ini dirasa merupakan kompromi DKPP agar pelaksanaan pemilu tidak terguncang, tapi hendaknya komisioner KPU tidak melihatnya dengan enteng.
 
"Lebih-lebih membangun asumsi bahwa mereka akan selalu lolos di sidang-sidang DKPP. Dua kali sidang di DKPP, dan dua kali juga KPU dipermalukan. Hal itu semestinya membuat komisioner KPU lebih berhati-hati, transparan, jujur dan adil dalam setiap pengelolaan tahapan pemilu," pungkasnya.
(Catur Nugroho Saputra)