JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mengajarkan pentingnya transparansi kepada partai politik peserta Pemilu 2014, jika ingin ajang pesta demokrasi lima tahunan ini terselenggara dengan baik.
"Kalau KPU tidak punya tradisi membuka uang ke publik. Mereka akan kehilangan hak moral untuk memaksa parpol melakukan hal yang sama. Padahal, status kita untuk 2014 adalah tradisi transparansi uang, yang dalam 3 periode sebelumnya agak keteter," ungkap koordinator Lingkar Masyarakat Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, saat ditemui di Cikini, Jakarta, Minggu (23/6/2013).
Menurut Ray, kalau Pemilu 1999 dulu hanya mementingkan kedamaian. Kemudian, 2004 yang penting sistem baru berjalan sukses. "Kalau 2009 agak los dan 2014 tradisi uang harus tepat untuk terbuka dan itu harus dimulai dari KPU. Mereka harus trasnparan," tegasnya.
Ray berasumsi, saat ini ditangan KPU ada Rp16 triliun dan yang ada di publik Rp15 triliun untuk dana kampanye. Sedangkan, sumbangan-sumbangan bisa sampai Rp1 triliun. Sehingga, sampai pemilu legislatif nanti ada Rp40 triliun dana yang akan berputar.
"Siapa yang akan mengawasinya, saya kira Rp15 trilun yang berhubungan dengan para caleg berkampanye ini seharusnya diawasi KPU dan Bawaslu. Tapi, mereka juga pakai Rp16 triliun dan mereka sampai sekarang tidak transparan," terangnya.
Berdatarkan data, Ray mengatakan, sekarang yang turun ke KPU sudah Rp8,1 triliun untuk 2013 dan Rp1 triliun untuk Bawaslu.
"Sekarang untuk apa saja? Saat itukan menteri keuangannya masih pak Agus, beliau menyatakan budget 2014 untuk KPU ada Rp16 triliun. Sudah terpakai Rp9,1 partai, Rp8,1 di KPU dan Rp1 triliun di Bawaslu," paparnya
Saat ini, sisa uang jelang Pemilu 2014 hanya ada sekira Rp6 triliun. Namun, hingga kini buat apa saja masih belum diketahui. "Karena ada temuan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) kemarin, dan itu agak besar temuanya, serta relatif dipertanyakanlah anggarannya itu untuk apa?" tutup Ray.
(Carolina Christina)