JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia mempertanyakan tindak lanjut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani laporan dugaan korupsi seputar sengketa lahan miliknya dengan PT Arga Citra Kharisma di Kelurahan Gang Buntu, Medan, Sumatera Utara.
"Kami juga waktu itu sudah pernah dipanggil dan diperiksa sebagai pihak pelapor," kata Direktur Pengelolaan Aset Non Produksi PT KAI, Edi Sukmoro dalam jumpa persnya di Setiabudi Building, Jakarta Selatan, Selasa malam (30/7/2013).
Padahal, Edi melanjutkan, pihaknya sudah melaporkan kasus itu ke KPK, sejak 15 juli 2011. Namun, entah mengapa kasus ini terkesan berjalan di tempat. "Namun sampai saat ini belum ada lagi informasinya dari KPK atas kejelasan laporan kami," ujar Edi.
Berdasarkan versi PT KAI, kasus ini bermula ketika PT Inanta Timber & Trading Coy LTD mengajukan permohonan ruislag tanah B seluas 34.776 meter persegi ke perusahaan yang dulu bernama Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), pada 26 Februari 1981. Sebagai kompensasi, PJKA melepas tanah seluas 34.776 meter per segi ke PT Inanta dengan nilai penawaran Rp1,7 miliar disertai usulan pembangunan perumahan karyawan PJKA di Gang Buntu, Medan.
Namun, 19 Desember 1989, PT Inanta berdasarkan persetujuan PJKA mengalihkan hak dan kewajibannya ke PT Bonauli Real Estate. "Hingga saat ini PT ini tidak melaksanakan ganti rugi berupa pembangunan rumah dinas," terang Edi.
PT Bonauli justru mengalihkan hak dan kewajibannya ke PR Agra Citra Kharisma, pada 9 September 2002, tanpa persetujuan PT KAI maupun Pemerintah Kota Medan. Menteri BUMN pada 2004 lalu menyetujui ganti rugi yang disepakati itu diubah dengan uang tunai Rp13 miliar yang dibayar sampai setahun.
"Kenyataannya PT Arga Citra menguasai dan membangun rumah sakit, ruko, dan mal di atas lahan B. Pemerintah Kota medan memberi rekomendasi perpanjangan HGB pada 2010, padahal uang senilai Rp13 miliar belum direalisasikan," terang Edi.
Menurut Edi, ada aroma korupsi antara Pemkot Medan dengan perusahaan lawan PT KAI dalam sengketa tanah tersebut. Terlebih, PT KAI, terang dia, berkeyakinan masih memiliki lahan di tanah Gang Buntu. "Sampai hari ini, kami masih akan memperjuangkan hak PT KAI atas tanah negara tersebut," kata Edi.
(Misbahol Munir)