JAKARTA- TKI asal Dusun Mruten Wetan, Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Semarang, Jawa Tengah, Satinah Binti Jumadi Ahmad (41) terancam hukuman pancung oleh Pemerintah Arab Saudi, karena diduga membunuh majikannya. 10 hari lagi, tepatnya 3 April 2014 Satinah terancam hukuman pancung.
Derita Satinah sudah terjadi sejak tujuh tahun silam saat dirinya bekerja sebagai asisten rumah tangga di keluarga Nura Al Gharib.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, mengungkapkan, kasus yang menimpa Satinah sebenarnya sudah terjadi sejak 2007.
Saat itu, dia kerap medapatkan siksaan oleh keluarga majikan perempuan, Nura Al Gharib di Provinsi Al Gassem. Hingga akhirnya, pada 2009, Satinah terlibat kasus pembunuhan majikannya, yang dipicu adanya beban penganiayaan berikut perlakukan tidak senonoh, baik dari majikan maupun keluarganya secara berulang-ulang.
Saat pembunuhan terjadi, Satinah dan Nura sedang berada di dapur. Nura menganiaya Satinah dengan cara membenturkan kepalanya ke tembok. Melawan, Satinah pun memukulkan adonan roti ke tengkuk Nura, hingga korban tak sadarkan diri. Nura meninggal setelah sempat koma beberapa lama di rumah sakit.
Tahu majikannya, tak sadarkan diri, Satinah langsung menyerahkan diri ke kantor polisi setempat dan mengakui perbuatannya. Ironisnya, Satinah juga dianggap mencuri uang majikan sebesar 37.970 riyal.
Sejak saat itu pula Satinah berada di Penjara Gassem. Sementara itu, dalam persidangan syariah tingkat pertama pada 2009 sampai kasasi 2010, Satinah divonis hukuman mati (qishash) atas tuduhan melakukan pembunuhan berencana pada majikan perempuannya.
"Pemerintah tahu kasus Satinah terlambat, kasus 2007 dan baru tahu 2009. Selama dua tahun menjalani proses hukum, Satinah tak ada yang mendampingi," ungkap Anis kepada Okezone, Rabu (26/3/2014).
Oleh karenanya, Anis mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membayar uang tebusan atau diyat kepada pemerintah Arab Saudi sekira Rp21,25 miliar.
"Kalau sekarang harus ada diyat untuk membebaskannya, maka ya itu yang harus dilakukan pemerintah sebagai bentuk pertanggung jawaban atas kelalaian membela Satinah pada proses hukumnya," tegasnya.
Dia juga meminta kepada pemerintah untuk belajar dari kasus Satinah, agar kasus-kasus yang menjerat TKI di luar negeri bisa cepat diatasi. Sehingga, vonisnya tidak sampai hukuman pancung atau mati. "Pemerintah baru tahu kasusnya 2009 setelah Satinah jalani proses hukum. Alasannya Pemerintah Arab Saudi enggak kasih tahu. Artinya Pemerintag Indonesiaselama ini enggak cari tahu secara pro aktif," pungkasnya.
(Stefanus Yugo Hindarto)