"Menkumham hendaknya tetap berpijak pada pasal 24 dan pasal 25 UU Nomor 2 Tahun 2011 yang mengatur tentang perselisihan khusus dan umum di tubuh parpol dan pengesahan kepengurusan parpol," jelasnya.
Sebab dikatakannya, berdasarkan UU tentang partai politik, ada empat indikator yang harus terpenuhi secara kumulatif untuk mengkualifikasikan telah terjadinya perselisihan khusus dalam kepengurusan Parpol.
Seperti yang pertama, perselisihan karena penolakan untuk mengganti kepengurusan. Kedua, penolakan pergantian kepengurusan harus disampaikan secara resmi dalam penyelenggaraan forum pengambilan keputusan tertinggi parpol, seperti musyawarah nasional, kongres, atau muktamar.
Ketiga, lanjut Bambang, tentang subjek penolakan pergantian kepengurusan haruslah anggota parpol peserta munas, kongres, atau muktamar. Terakhir, penolakan pergantian kepengurusan harus disuarakan minimal oleh 2/3 peserta munas, kongres, atau muktamar.