"Untuk persoalan Partai Golkar, empat indikator perselisihan kepengurusan khusus yang disebutkan dalam Pasal 25 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang parpol itu tidak ditemukan. Sebab, ketika Munas IX Partai Golkar di Bali, tidak muncul penolakan kepengurusan dari 2/3 peserta Munas. Penolakan justru disuarakan oleh kelompok Agung Laksono dari luar forum Munas, tepatnya di Jakarta," jelasnya.
Sehingga, kata anggota Komisi III DPR, tidak ada alasan hukum bagi Yasonna untuk menunda, apalagi menolak mengesahkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas IX di Bali.
"Karena sama sekali tidak memunculkan perselisihan kepengurusan," tuturnya.
(Dede Suryana)