BENGKULU - Kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan dan anak di Bengkulu masuk zona mereh. Hal demikian dikatakan Direktur Women Crisis Center (WCC) Cahaya Perempuan, Provinsi Bengkulu, Tety Sumeri.
Menurut dia, kekerasan seksual yang dialami perempuan dan anak sejak tahun 2011 hingga 2013 tercatat ada 238 kasus.
Jumlah tertinggi kasus kekerasan seksual, kata dia, terjadi saat pacaran, incest, pemerkosaan, dan perdagangan manusia (human trafficking) untuk tujuan seksual. Tety mengatakan, penyebab tingginya angka incest antara lain kemiskinan, pendidikan, lingkungan, dan faktor psikologis.
"Kasus tersebut adalah kasus yang kami tangani, belum lagi yang dicatat instansi penegak hukum lain. Oleh karena itu, Bengkulu harus dinyatakan darurat incest dan pemerintah harus mengambil sikap dengan kondisi ini," kata Tety, usai acara pencanangan gerakan antikekerasan terhadap perempuan dan anak, di sport centre obyek wisata Pantai Panjang, Kota Bengkulu, Selasa (21/4/2015).
Sementara itu, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Provinsi Bengkulu, Diah Irianti, mengatakan, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Provinsi Bengkulu berada pada zona merah.
Sebab itu, kata dia, pihaknya mengajak seluruh masyarakat, untuk bergabung dalam aksi pencanangan gerakan anti kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang bertepatan dengan Hari Kartini.
"Kami ingin menggugah semua pihak untuk lebih respon terhadap kasus incest, yang banyak terjadi di lingkungan keluarga dan masyarakat, dan menjadikan persoalan ini sebagai masalah bersama," harapnya.
Dalam pencanangan gerakan antikekerasan terhadap perempuan dan anak, ribuan warga Bengkulu mengikuti berbagai rangkaian acara berupa, long march, yang digelar di obyek wisata pantai panjang, Kota Bengkulu.
Tidak hanya itu, ribuan warga yang hadir juga memberikan cap telapak tangan disehelai kain putih, serta penggalangan dana untuk korban kekerasan terhadap perempuan.
(Misbahol Munir)