Prostitusi Online, Produk Masyarakat Kontemporer yang Galau

Didin Jalaludin, Jurnalis
Selasa 12 Mei 2015 02:22 WIB
Ilustrasi Prostitusi Online (Foto: Tri Ispranoto/Okezone)
Share :

PURWAKARTA - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menyebut persoalan maraknya prostitusi online, akibat dari sistem pendidikan yang salah. Perkembangan teknologi, mendorong wanita mempromosikan dirinya melalui media sosial internet, baik dilakukan secara terbuka maupun tertutup.

"Masalah ini akibat produk masyarakat kontemporer yang galau. Kegalauan itu disebabkan sistem pendidikan kita yang tidak mengajarkan anak kerja keras. Sistem pendikan kita hanya mengajarkan mengasah otak dan intelektualitasnya, sedangkan proses sebuah hidup yang sebenarnya tidak diajarkan,"kata bupati yang akrab dipanggil Kang Dedi ini.

Sistem yang salah memunculkan budaya instan. Hal ini sangat berkaitan dengan gaya hidup hedonis, terutama masyarakat yang tinggal di kota-kota besar.

Kang Dedi menyebutkan, dua kelas masyarakat yang dihasilkan akibat sistem pendidikan yang salah. Pertama masyarakat menengah yang galau, dan kedua, masyarakat kelas bawah yang galau.

"Masyarakat menengah yang galau mereka berkecukupan, anaknya tidak dilatih kerja keras. Akibatnya anak memiki segalanya, tapi mereka tidak punya watak kebahagiaan yang diraih dirinya, sehingga memicu dia datang ke tempat hiburan,” imbuhnya.

“Semakin tinggi kelasnya semakin tinggi frustrasi dia. Larinya mencari kepuasaan, dengan bergaul bebas, karena mereka bingung uangnya harus diapain," lanjutnya.

Kalau masyakat kelas bawah yang galau, lanjut dia, mereka ingin hidup yang seperti masyarakat menengah. Ingin memiliki mobil mewah, uang yang banyak, pakaian mahal dan berbagai fasilitas lainya. Akibatnya dia mencari semua itu dengan cara instan.

"Untuk meraih gaya hidup mewah tersebut, wanita mereka rela menjual diri. Ya, sebagian besar menjual diri bukan disebabkan faktor ekonomi, tapi juga karena gaya hidup," tambah Kang Dedi.

Oleh karenanya menurut Dedi, sistem pendidikan harus kembali pada dasarnya. Perempuan dikembalikan pada perannya yang lemah lembut. Ajarkan kembali mereka menjahit, menenun, membuat batik, memasak atau membantu ibunya di rumah. Begitu juga laki-laki kembali pada kodratnya. Ajarkan anak laki-laki berkerja keras.

"Jika mereka tidak punya kemampuan, bahkan terlalu dimanja. Saya yakin, larinya akan pada hal-hal negatif. Untuk itu, tak heran banyak perempuan yang tidak peduli akan harga dirinya. Mereka menjual diri untuk mendapatkan segalanya,” tuntasnya.

(Randy Wirayudha)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya