Tak pelak, pengumuman pertukaran konsuler Moskow-Yogyakarta itu dimanfaatkan Belanda sebagai propaganda bahwa para pemimpin RI tak bisa dipegang kata-katanya. Hatta yang sempat “kebakaran jenggot” berusaha keras menenangkan AS.
Hatta menyatakan kesepakatan yang dibuat Suripno itu sebagai warisan dari kabinet sebelumnya, Kabinet Amir Sjarifuddin II yang berhaluan kiri. Hatta tak lama kemudian bereaksi menolak kesepakatan itu, sekaligus memanggil Suripno ke tanah air.
“Tidak bakal terjadi pertukaran konsuler dengan Uni Soviet,” tegas Hatta dalam buku ‘Indonesia Merdeka Karena Amerika? Politik Luar Negeri AS dan Nasionalisme Indonesia 1920-1949’.
(Randy Wirayudha)