Data Di-Hack, AS Akan Jatuhkan Sanksi ke China

Jihad Dwidyasa , Jurnalis
Senin 31 Agustus 2015 18:03 WIB
Presiden China Xi Jinping & Presiden AS Barack Obama (Foto: AP)
Share :

WASHINGTON – Pemerintah Amerika Serikat (AS) tengah mempertimbangkan untuk memberi sanksi kepada individu maupun perusahaan China yang diyakini memanfaatkan jasa seorang hacker untuk mencuri data rahasia perdagangan AS yang sangat bernilai.

Seorang pejabat AS mengatakan, keputusan itu sejatinya belum sepenuhnya disahkan, namun diharapkan secepatnya rampung. Kemungkinan keputusan final tercapai dalam dua minggu mendatang.

Menurut sang pejabat, Presiden AS Obama kemungkinan menerapkan sanksi ekonomi yang komprehensif terhadap para peretas tersebut.

“Sanksi itu nantinya meliputi sanksi diplomatik, perjanjian perdagangan individu, mekanisme penegakan hukum, dan sanksi itu berlaku untuk individu maupun badan yang secara signifikan terlibat dalam kegiatan cyber crime,” ungkap pejabat AS yang tidak ingin disebutkan identitasnya, seperti diberitakan Washington Post, Senin (31/8/2015).

“Kami telah mengkaji dan mempelajari semua pilihan yang kami punya untuk merespons ancaman ini sesuai kerangka yang kami punya,” lanjutnya.

Pejabat AS itu menambahkan, sanksi tersebut seolah-olah sinyal ke Negeri Tirai Bambu bahwa AS siap menangkal segala aksi spionase ekonomi.

“Sinyal ini seolah memberi angin segar kepada pihak swasta bahwa Pemerintah AS selalu mendukung dan berada di belakang mereka. Jelas ini memberi tahu China bahwa sudah cukup semua ancaman yang telah kami terima,” ucapnya.

Kecurigaan terhadap keterlibatan peretas asal China di balik pencurian data di dunia maya ini telah mengganggu hubungan ekonomi AS-China. Pasalnya, isu itu muncul di tengah-tengah persiapan kunjungan Presiden China, Xi Jinping, ke AS pada bulan depan.

Para pejabat AS menuding China telah meretas sebuah badan Pemerintah AS yang memiliki catatan pribadi sekira 4,2 juta pekerja dan mantan pekerja pemerintahan.

Para peretas China diduga menggunakan teknologi canggih untuk membangun sebuah database yang dapat digunakan untuk melakukan spionase seperti merekrut mata-mata atau mendapatkan akses untuk mengamankan data di jaringan lain. Namun, Pemerintah China membantah hal itu.

(Hendra Mujiraharja)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya