Prostitusi di Korut dalam Balutan Kippumjo

Randy Wirayudha, Jurnalis
Kamis 24 Desember 2015 06:08 WIB
Ilustrasi Kippumjo di Korea Utara (Foto: Reuters)
Share :

MENJADI suatu hal yang ilegal, haram dan bukan suatu hal yang disahkan hukum jika sudah bicara soal prostitusi, apalagi rumah bordil di Korea Utara. Kendati begitu, bukan berarti para pekerja seks komersial (PSK) tak ada sama sekali di negeri komunis itu.

Tak seperti di negara-negara lain, prostitusi tak pernah jadi bagian dari “destinasi” wisatawan. Lebih-lebih memang Korut tak pernah membuka pintu gerbang yang lebar bagi turis buat pelesiran ke Korut.

Tapi yang pasti untuk urusan “hiburan” birahi, pemerintah Korut punya caranya sendiri untuk mengorganisir para PSK yang dikhususkan untuk para pejabat pemerintahannya sendiri, sampai sang pemimpin negara sejak era Kim Il-sung.

Para PSK direkrut dan dilatih dalam sebuah kelompok khusus, sebutlah brigade atau divisi yang dikenal dengan nama Kippumjo atau kelompok wanita penghibur.

Kelompok Kippumjo ini pertama kali dibentuk pada 1978. Pembentukannya dipercayakan Kim Il-sung kepada Wakil Direktur I Departemen Front Bersatu, Lee Dong-ho yang berisikan sekira 2.000 wanita penghibur.

Tidak semua wanita di barisan Kippumjo melayani aktivitas seksual. Kebanyakan dari anggota Kippumjo ini dilatih menghibur pejabat partai maupun perwira militer Korut dengan melayani pijat, menyanyi, hingga menari telanjang alias striptis.

Sementara para wanita yang khusus bisa melayani permintaan hubungan seksual, termasuk ke dalam barisan Manjokcho yang juga masih dalam lingkup “Brigade Kippumjo”.

Para wanita di barisan Kippumjo ini sedianya direkrut secara paksa. Siapapun wanita yang masih perawan dalam jenjang usia 14-20 tahun yang dipilih, tidak boleh menolak, meskipun si gadis itu sendiri anak pejabat Korut atau bukan.

Mereka lebih dulu masuk karantina pelatihan selama 20 bulan, sebelum bisa melayani para pejabat Korut. Di era kepemimpinan Kim Jong-il, bahkan seringkali sejumlah anggota Kippumjo diperintahkan menikah dengan para pengawal Kim Jong-il.

Hingga kini, kelompok wanita penghibur ini tetap dipertahankan keberadaannya oleh Kim Jong-un, setelah sang ayah, Kim Jong-il wafat pada 2011 lalu.

Jika prostitusi untuk kalangan atas (pejabat partai dan militer) “dilestarikan” dengan dimasukkannya PSK ke barisan Kippumjo, di “arus bawah” prostitusi secara diam-diam tetap berjalan, terutama para PSK yang mencari pelanggan dari kalangan prajurit Korut biasa.

Di semua basis militer Korut, akan selalu ada wanita-wanita PSK yang menunggu pelanggan dari kalangan prajurit, dengan mengadakan ‘kongkalikong’ terlebih dulu dengan penjaga pos militer.

Biasanya, para PSK dan prajurit melakukan transaksi seks di rumah-rumah warga sekitar yang dipinjam, di mana di rumah-rumah itu juga ada yang dijadikan rumah bordil sementara.

Untuk prostitusi di kalangan bawah ini, seolah tak ada paksaan dari para wanita itu melayani para prajurit. Bahkan para wanita itu yang sengaja mencari “konsumen” dengan alasan mencari nafkah.

“Para wanita juga harus mencari nafkah dan hal terbaik yang bisa mereka jual adalah tubuh mereka. Pendapatan utama mereka datang dari para prajurit,” ungkap Kim Yong-seok, warga Korut yang mengasingkan diri di China 2013 lalu.

“Karena gairah birahi mereka mesti dipendam saat masa tugas, para prajurit muda sangat terbuka untuk menggunakan jasa prostitusi. Sementara para wanita mendapatkan makanan atau uang dengan tidur dengan mereka,” tambahnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya