Salah satunya ialah Parisa (23), bukan nama sebenarnya. Perempuan yang cerdas, percaya diri, seorang sarjana teknik komputer dari Universitas Azad Islamic dan berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah. Secara terang-terangan mengungkap, dirinya menjual tubuh sebagai pekerjaan sambilan di akhir pekan.
“Saya sangat menikmatinya. Waktu senggang saya jadi berharga,” ujarnya, dikutip dari Washington Times, Kamis (21/1/2016).
Banyak perempuan di Iran terdesak untuk berkecimpung di dunia prostitusi karena situasi dalam negeri mereka yang keras. Terutama setelah perekonomian negara-negara Islam di Timur Tengah terpuruk. Kemiskinan timbul akibat besarnya kekalahan yang diterima kaum adamnya selama perang.
“Apa ada pilihan lain bagi saya? Kalau saya meninggalkan Teheran dan kembali ke kampung halaman saya di Khorramabad, saya hanya kembali sebagai orang gagal. Tidak mungkin orang tua saya menyokong saya terus menerus, sementara harga-harga terus meningkat. Saya bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana mereka bisa bertahan hidup,” terang perempuan muda tersebut.
Padahal rejim teokratis syiah di Iran terkenal luas dengan penegakan hukum Islamnya yang ketat, terutama yang menyangkut perilaku seksual. Hukuman untuk pelacur dan pelanggannya dapat mencakup hingga 100 cambukan hingga sanksi pidana dan hukuman mati.