Menarik Benang Sejarah Hubungan AS-Kuba

Silviana Dharma, Jurnalis
Selasa 22 Maret 2016 07:18 WIB
Presiden Amerika Serikat, Barack Hussein Obama mengunjungi Kuba dalam rangka normalisasi dan rekonsiliasi (Foto: Carlos Barria/REUTERS)
Share :

SEJARAH panjang hubungan Amerika Serikat (AS) dan Kuba berawal dari deklarasi kemenangan AS atas Spanyol pada 1898. Saat itu Negeri Paman Sam dipimpin oleh Presiden William McKinley yang menjadi Presiden AS terakhir yang terlibat langsung dalam perang saudara di Benua Amerika.

Setelah penjajahan Spanyol di Kuba berakhir, Kuba lantas dikembalikan kepada AS. Namun fakta itu tidak memuaskan bagi masyarakat Kuba yang selama beberapa empat abad terus berjuang memperoleh kemerdekaan.

Mereka menuntut kemerdekaan penuh dan mendapatkannya pada 1902. Tomas Estrada Palam pun dilantik menjadi presiden pertama bagi negara yang berada di Kepulauan Karibia tersebut.

Ia menjabat dari 1902 sampai 1906, setelah berperang selama 10 tahun dengan Spanyol pada 1868-1878 dan terus melanjutkan pemberontakannya atas campur tangan AS di negaranya.

Namun begitu, Platt Amandment yang ditetapkan pada 1901 membuat Kuba masih berada dalam genggaman AS. Sesuai kesepakatan, kawasan Kepulauan Karibia, di mana Kuba mendiami pulau terbesar di sana, berada di bawah perlindungan negeri adidaya.

Pada 1906, Estrada yang merupakan pengganti Jose Marti, penulis nasionalis Kuba yang dianggap pahlawan, turun takhta. Posisinya digantikan oleh Jose Miguel Gomez, pemberontak revolusioner Kuba pada 1909. Usai tiga tahun kekosongan kekuasaan yang disebabkan okupasi AS ke Kuba.

Meski berhasil didaulat sebagai Presiden Kuba kedua, ia memperoleh dukungan suara dalam pemilu yang diawasi Washington. Kekuasaannya tidak bertahan lama karena korupsi menggerogoti tubuh pemerintahannya.

Pemberontakan Fidel Castro-Revolusi Kuba

Pada 1912, pasukan AS kembali menduduki Havana. Sampai pada 1953, pemberontakan besar-besaran rakyat Kuba yang dipimpin oleh Fidel Castro dimulai.

Pengacara berjanggut itu mengomandoi upaya kudeta atas rezim Presiden Kuba, Fulgencio Batista y Zaldivar. Bersama ratusan pasukan, ia menyerang barak militer Moncada Santiago de Cuba, namun gagal.

Sedikitnya 69 dari 111 orang yang mengikuti arahannya pada masa itu tewas dan dirinya sendiri dipenjara selama 15 tahun.

Ia dibebaskan pada 15 Mei 1955 dan langsung menyerukan penggulingan lagi atas kediktatoran Batista. Menjadi buronan, Fidel lari ke Meksiko. Di negeri sesama Amerika Latin inilah takdir mempertemukannya dengan sosok komunis-sosialis lain Ernesto ‘Che’ Guevara de la Serna.

Bersama Che, Fidel Castro mendapat kekuatan baru dan kembali ke Kuba untuk menghimpun perlawanan. Dibantu sembilan ribu pejuang lain, ia melancarkan perang gerilya selama 25 bulan. Selama itu, ia tinggal di dalam hutan di Pegunungan Sierra Maestra hingga mencapai kemerdekaan seutuhnya dari AS.

Dilansir BBC, Selasa (22/3/2016), ia menuai keberhasilan pada 1959 dan menduduki kursi Perdana Menteri. Pada tahun yang sama, Castro melakukan kunjungan resmi ke Gedung Putih untuk menemui Wakil Presiden AS, Richard Nixon.

Kehadirannya diterima dengan tangan terbuka. Castro bahkan dengan hormat meletakkan karangan bunga bagi Abraham Lincoln dan Jefferson.

Namun begitu, Castro kemudian membangun hubungan akrab dengan Uni Soviet. Menyebabkan Presiden Eisonhower dan penerusnya Kennedy yang bermusuhan dengan Soviet kala itu, merasa terkhianati.

Pada 1960, semua bisnis AS di Kuba dinasionalisasi tanpa kompensasi oleh Fidel Castro. Momen inilah yang mengawali pemutusan hubungan diplomatik antara Washington dan Havana. Sebagai balasan atas reformasi anti-AS di Kuba, Paman Sam lantas memberlakukan embargo perdagangan.

Perang dingin dilancarkan AS dan Soviet pun tak terhindarkan, merambat ke Kuba. Invasi Teluk Babi untuk menjatuhkan Fidel Castro dimulai.

Keterlibatan CIA untuk membunuh Castro, memicu ketidakpercayaan Kuba dan nasionalisme menyeluruh, yang mengarah juga kepada perjanjian rahasia yang memungkinkan Uni Soviet untuk membangun pangkalan rudal di Kuba.

Disitat dari CFR, Amerika Serikat mengetahui rencana tersebut pada Oktober 1962. Kapal AS lalu memberlakukan karantina angkatan laut di sekitar pulau, dan Presiden John F. Kennedy menuntut penghancuran situs-situs rudal tersebut.

Krisis Misil Kuba pun berakhir dengan kesepakatan bahwa situs rudalnya akan dibongkar jika Amerika Serikat berjanji untuk tidak menyerang Kuba.

Meski begitu, hubungan kedua negara terus memburuk dengan pengetatan embargo dari AS, termasuk di dalamnya isolasi ekonomi dan diplomatik. Situasi ini berlanjut bahkan setelah Uni Soviet bubar.

Rekonsiliasi Obama-Castro

Sepeninggalnya Fidel Castro, kedudukannya dipercayakan kepada adiknya Raul Castro, yang setia menemani perjuangan revolusinya sejak awal. Berangkat dari pergantian kekuasaan pada 2008, hubungan antara AS dan Kuba selangkah demi selangkah membaik.

Puncaknya adalah keterpilihan Barrack Obama. Pada Desember 2014, Obama menjabat tangan Raul Castro dan mengumumkan hubungan bilateral akan dijalin kembali. Hal itu dibuktikan dengan dibukanya kantor kedutaan besar AS di Kuba. Demikian juga sebaliknya pada 20 Juli 2015.

Sebelumnya, ketika pertama kali dinobatkan menjadi presiden pada 2009, Obama juga mencabut pembatasan perjalanan dan pengiriman uang ke Kuba, yang memungkinkan Kuba-Amerika untuk mengirim dana tak terbatas untuk keluarga dan non-anggota keluarga di Kuba, serta mengizinkan perjalanan wisata ke sana untuk tujuan keagamaan dan pendidikan.

Pada Mei 2015, AS semakin merangkul erat Kuba dengan mengeluarkannya dari daftar negara yang mensponsori kegiatan terorisme. Keputusan itu diambil Departemen Pertahanan AS setelah menelusuri bahwa Kuba memang sudah tidak terlibat dalam pendanaan organisasi teroris manapun dan bersumpah tidak akan melakukannya lagi.

Kini, menjelang akhir masa jabatannya selama dua periode, Presiden Barrack Obama seolah ingin mematenkan rekonsiliasi hubungan AS dengan Kuba.

Ia pun merealisasikan janji kampanyenya dengan mendatangi Kuba selama tiga hari, terhitung sejak Minggu 20 Maret 2016. Menjadikannya presiden pertama AS yang menjejakkan kaki di Kuba setelah perang dingin selama 88 tahun.

Sebagaimana diwartakan ABC News, Presiden AS terakhir yang mengunjungi Kuba saat masih bertugas ialah Presiden Calvin Coolidge pada 16 Januari 1928, untuk menghadiri Konferensi Internasional AS ke-6 di Havana.

Pada kesempatan tersebut, Coolidge dan istrinya bertemu dengan Presiden Kuba Gerardo Machado, yang menjabat dari 1925 sampai ia dipaksa menjalani pengasingannya pada 1933.

(Randy Wirayudha)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya