JAKARTA - Pasutri (sepasang suami istri) tega mengeksploitasi anak kandungnya untuk dijadikan pengemis. Guru Besar dari Universitas Indonesia, Sarlito Wirawan Sarwono menilai kejadian itu menunujukkan bahwa keterkaitan emosional dengan anak sudah sangat tipis.
"Jadi sudah enggak ada emotional attachment lah bahasa teknisnya, jadi keterikatan emosional dengan anak sudah tipis sekali," kata Sarlito saat dihubungi Okezone, di Jakarta, Sabtu (26/3/2016).
Menurutnya, keterdesakan akan kebutuhan ekonomi membuat pasutri tersebut tega melakukan hal serupa. selain itu, ia merasa pelaku kurang diajari kasih sayang sejak kecil sehingga tidak terlatih untuk memberi rasa kasih sayang sehingga rasa cinta ke anak pun mungkin sudah pupus.
"Karena kondisi ekonomisnya juga, lalu karena tidak terlatih untuk memberi rasa kasih sayang, berbagi gitu. Jadi anaknya hanya dianggap anak tapi enggak ada rasa cinta orangtua ke anak enggak ada itu," tambahnya.
Sebagai Psikolog anak, Sarlito merasa bahwa orangtua zaman sekarang dinilai lebih kejam kepada anaknya sendiri. Sebagai contoh, ia kerap melihat anak kandungnya dipaksa untuk belajar hingga menangis tanpa dihibur terlebih dahulu.
Hal itu, sambung Sarlito, terjadi di berbagai kalangan. Baik itu kalangan menengah ke bawah yang kasar terhadap anaknya akan kebutuhan ekonomi maupun kalangan atas yang kerap mengejar uang untuk kepuasan pribadinya.
"Sama saja, sekarang ini karena desakan ekonomi, yang dicari itu bagaimana bisa ekonomi lah yang dicari. Yang atas juga gitu, nyari ekonomi terus, mobil baru, rumah baru duit aja yang dicari. Kalau jadi orang tua itu harusnya dari anak lahir diberi kasih sayang dengan memberi waktu lebih banyak, ada main dan jalan bareng. Tapi sekarang enggak, biasanya langsung diberikan saja ke baby sitter, jadi nggak ada emotional attachment. Akhirnya anak lebih sayang sama baby sitter daripada mamahnya sendiri," tandasnya.
(Awaludin)