“Sipaco mengatakan, Duterte menjawab, ‘Saya belum selesai.’ Sipaco juga mengemukakan sejumlah alasan, terutama pembunuhan itu bertentangan dengan hukum dan merugikan warga. Tetapi, Duterte tidak peduli dengan isu itu,” sambung tulisan Kenny.
Mengetahui bocoran Wikileaks tersebut, Istana Kepresidenan Filipina Malacanang menolak untuk berkomentar. Juru Bicara Malacanang, Martin Andanar, mengklaim belum melihat laporan itu. “Saya sudah menembuskan laporan itu ke kantor Kepala Staf Gabungan. Saya belum membaca isinya,” ujar Andanar, seperti dimuat Philstar.
Sebelumnya, Edgar Matobato mengungkap perintah Duterte untuk mengebom sejumlah masjid sebagai bentuk pembalasan serangan bom di Katedral Davao pada 1993. Davao Death Squad disebutnya telah membunuh sekira 1.000 orang dalam kurun waktu 25 tahun kepemimpinan Duterte.
Sejak diambil sumpah sebagai Presiden Filipina pada 30 Juni 2016, Duterte memang berjanji akan memberantas kriminalitas, termasuk narkoba dari Negeri Lumbung Padi. Sedikitnya 3.000 orang tewas dalam perang narkoba ala Duterte sepanjang tiga bulan terakhir. Tak pelak, kritikan tajam mengarah kepada Duterte dari komunitas internasional.
(Wikanto Arungbudoyo)