Kolaborasi Australia-Indonesia Mengurangi DBD

Ramdani Bur, Jurnalis
Rabu 12 Oktober 2016 11:30 WIB
Nyamuk ber-wolbachia siap diuji. (Foto: Ramdani Bur/Okezone)
Share :

MELBOURNE –Virus demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2014, di Indonesia terdeteksi 100.347 kasus virus yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti itu.

Banyak cara sudah dilakukan untuk menanggulangi virus atau penyakit itu di Indonesia. Sebut saja dengan melakukan kegiatan menutup, menguras, mengubur (3M) dan fogging (pengasapan).

Selain melakukan hal-hal di atas, Indonesia juga mengikuti program Eliminate Dengue Program (EDP) yang merupakan proyek pengurangan virus DBD. Program ini dilakukan di lima negara yakni Australia, Vietnam, Indonesia, Kolombia dan Brasil.

Terkhusus dengan Australia, Indonesia memiliki hubungan khusus. Indonesia lewat Universitas Gajah Mada (UGM) melakukan kerja sama dengan universitas ternama di Australia yakni Monash untuk mengembangkan bakteri Wolbachia.

 (Relawan saat menguji nyamuk ber-wolbachia. Foto: Ramdani Bur/Okezone)

Wolbachia adalah bakteri alami yang terdapat di dalam sel tubuh serangga dan diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui telur. Bakteri itu dapat ditemukan di serangga seperti lalat buah, capung, kumbang dan nyamuk (namun, bukan nyamuk Aedes aegypti).

Profesor Simon yang menjadi penanggung jawab perkembangan bakteri itu, senang dengan kolaborasi yang sudah dilakukan dengan UGM. Simon berharap, timnya yang ada di Monash, serta di UGM, terus berinovasi mengembangkan teknologi untuk menanggulangi DBD.

“Kami memiliki kolaborasi yang sangat kuat dengan UGM untuk mengurangi DBD. Kami sudah dua tahun bekerja sama dengan UGM,” jelas Simon kepada Okezone dan juga perwakilan jurnalis Indonesia lain saat mengunjungi Universitas Monash, Melbourne, Australia bulan lalu.

Bakteri Wolbachia itu juga sudah digunakan di Australia dan Indonesia. Khusus di Indonesia, bakteri itu dilepas di wilayah Nogotirto dan Kronggahan, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman pada Januari-Juni 2014.

Hasilnya, Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti di wiliayah itu terbukti mampu menghambat perkembangan virus DBD. Selain itu, nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia juga tak mampu menyebar dan berkembang biak di luar wilayah pelepasan.

“Teknologi yang kami kembangkan terbukti sukses. Hasilnya bagus, kami berhasil mengurangi DBD dan chikunguya di Yogyakarta,” lanjut Simon.

Sebagai tambahan informasi, baik di Monash dan UGM memiliki tim proyek pengurangan DBD yang cukup kuat. Di Monash mempunyai anggota yang mencapai 60 orang, sementara UGM 10 orang lebih rendah.

Liputan ini adalah hasil kerja sama Okezone dengan ABC International.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya