N’DJAMENA – Menengok Chad, negara di Afrika Tengah yang beribukotakan N’djamena. Chad telah berdiri sebagai negara berdaulat sejak 11 Agustus 1960. Negara ini memang sudah terbebas dari penjajahan Prancis, sayang hingga kini republik tersebut belum merdeka seutuhnya dari masalah perut.
World Food Programme, lembaga internasional yang berfokus pada isu ketersediaan pangan di dunia, melaporkan betapa kemiskinan dan krisis pangan di Chad sangat parah. Dalam studi Cost of Hunger di Afrika, kekurangan gizi berdampak paling signifikan terhadap perekonomian di negara tersebut.
Bahkan, dalam Global Hunger Index per Oktober 2016, Chad menduduki peringkat kedua dari 118 negara di dunia yang tingkat kelaparannya paling tinggi. Negara-negara di Afrika dan Eropa sendiri sudah sering urungan meringankan penderitaan rakyat Chad, sayang semua upaya tersebut belum cukup.
Salah satu potret kemiskinan dan penderitaan rakyat Chad akibat krisis pangan direpresentasikan oleh Yasmin sekeluarga. Yasmin adalah anak perempuan berusia tujuh tahun yang tinggal di Hille Bar.
Foto: Yasmin (Peter Caton/Tear Fund)
Alih-alih bisa bersekolah seperti kebanyakan anak seusianya, justru Yasmin harus membantu ibunya, Jumana menghidupi kelima saudaranya. Sementara ayahnya harus pergi untuk bekerja di pabrik tali yang jaraknya sangat jauh dari desanya.
“Terlalu banyak halangan untuk Yasmin bisa bersekolah, karena prioritas kami di sini adalah makanan. Namun jika kondisi kami bisa meningkat, tentu saya akan menabung dan mengirimnya ke bangku sekolah yang hanya berjarak dua kilometer dari sini,” tukas Jumana, seperti dilansir dari BBC, Minggu (20/11/2016).
Angka melek huruf di Chad diketahui mencapai sekira 52 persen untuk anak laki-laki, dan kurang dari 44 persennya dikecap perempuan. Kebanyakan tidak bisa mengenyam pendidikan karena kelaparan. Desa Yasmin salah satunya. Hille Bar terletak di Sahel, kawasan di Afrika Tengah yang paling didera kekeringan. Tahun ini, ada lebih dari 5,5 juta anak menderita malnutrisi akut.
Yasmin sebenarnya sangat gemar bermain di luar. Dia juga termasuk anak yang ceria. Akan tetapi, kelaparan menghalangi dia menjadi dirinya sendiri. Jumana menuturkan, ada kalanya saat makanan sedang sangat menipis, Yasmin terbaring lemas dan tak bisa beranjak keluar.
Baginya, Yasmin adalah salah satu anaknya yang beruntung. Jumana menjelaskan, beberapa tahun lalu, anaknya yang lain, saudara Yasmin, meninggal karena kelaparan.
Selain minimnya ketersediaan makanan, Chad juga sangat kekurangan sumber daya air. Dalam salah satu foto yang diambil Peter Caton dari Tear Fund, lembaga amal berbasis kekristenan di Inggris, terlihat Jumana bersama putri bungsunya berdiri di atas sungai yang amat dangkal. Sampai-sampai yang menjadi pijakan Jumana bukan lagi air, tetapi tanah.
“Beberapa bulan kemudian, sungai ini akan mengering sepenuhnya dan warga desa harus mengais pasir demi mencari air. Ada lembaga kemanusiaan yang sudah membantu komunitas di sini membangun bendungan kecil untuk menampung air dan memberikan pasokan air yang lebih rutin dan terjangkau,” terang Peter Caton untuk foto tersebut di atas.
Kebanyakan warga desa Hille Bar bekerja sebagai pembuat tikar dan keranjang roti. Hasil anyamannya kemudian dibawa ke pasar dengan bantuan keledai. Berapa penghasilannya? Tidak disebutkan, tetapi Peter Caton mengungkap, sangat sedikit.
Demikian sepenggal kisah kelam Yasmin dan keluarganya di Hille Bar. Meksi begitu, sekarang kehidupan mereka sudah lebih baik. BBC mengulas, yayasan Tear Fund telah menyalurkan bantuan keuangan dan memberi pelatihan keterampilan kepada Jumana dan Yasmin.
Walau belum memberantas kemiskinan secara menyeluruh di Chad, setidaknya di sini ada satu keluarga terangkat. Jumana sekarang dapat membeli dan menjual gandum, serta barang-barang kecil lainnya untuk memberikan penghasilan yang lebih mumpuni guna membesarkan anak-anaknya.