JAKARTA - Ketua Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air, Habiburokhman mengatakan, dua isu berkembang selama proses pemeriksaan 11 orang yang ditangkap penyidik Polda Metro Jaya terkait dugaan pemufakatan makar, penghinaan terhadap penguasa dan pelanggaran Undang-Undang ITE.
"Pertama adalah soal adanya unjuk rasa tanggal 2 (Desember) ke DPR /MPR. Kedua isu mengenai orang-orang ini punya iktikad yang sama kurang lebih soal kembali ke UUD 1945. Witch is, menurut saya kedua isu tersebut bukanlah suatu pelanggaran hukum," katanya dalam diskusi Polemik Sindotrijaya dengan tema 'Dikejar Makar' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/12/2016).
Menurutnya, menyatakan pendapat dengan datang ke DPR adalah konstitusional. Jadi tidak pas sekali delapan aktivis di antara 11 yang ditangkap itu dijerat dengan pasal pemufakatan makar.
"Orang mau ke DPR mau mendesak sidang istimewa misalnya itu konstitusional sekali datang demo asal jangan melakukan pelanggaran hukum menuntut Sidang Istimewa siapapun boleh. Apalagi misalnya tuntutan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 itu sangat kuat landasan hukumnya," katanya.
Sementara itu, Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul menjelaskan, jika ada suatu ajakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah sama saja dengan makar.
"Ada kalimat-kalimat yang disampaikan dan bukti-bukti siaran melalui youtube dan kita tidak cegah karena ini terkait dengan delik formil bukan materiil. Formil dia sudah menyatakan untuk mengajak menggulingkan dengan memaksa masuk ke gedung DPR dan memaksa melaksanakan melakukan sidang istimewa itu adalah bagian perencanaan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah," ulasnya.
Berikut 11 orang yang ditangkap polisi pada Jumat 2 Desember 2016 yakni Eko Suryo Santjojo, Adityawarman Thahar, Kivlan Zein, Firza Husein, Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas dan Alvin Indra. Mereka dijerat dengan Pasal 107 KUHP jo Pasal 110 KUHP jo Pasal 87 KUHP mengenai pemufakatan makar.
Selanjutnya Ahmad Dhani dijerat dengan Pasal 207 KUHP terkait penghinaan terhadap penguasa. Sementara Ali Jamran dan Rizal Kobar dijerat dengan Pasal 28 Undang-Undang ITE.
(Salman Mardira)