ANAK (baca: pemuda) zaman sekarang kalau sudah menyebut tanggal 14 Februari seperti hari ini, mestilah yang diungkit Hari Valentine. Wahai generasi muda Indonesia, ketahuilah bahwa sedikitnya ada tiga peristiwa tercatat dalam tinta sejarah bangsa ini di tanggal yang sama.
Pemberontakan PETA di Blitar
Di Blitar, Jawa Timur hari ini 72 tahun yang lampau, satu unit batalion tentara Pembela Tanah Air (PETA) menggelorakan pemberontakan terhadap Jepang. PETA adalah pasukan bentukan Jepang sebagai unit cadangan seandainya sekutu menyerbu Indonesia di masa Perang Dunia II Front Pasifik.
Pemberontakan pada 14 Februari 1945 ini dicetuskan Shodancho (pangkat setara letnan) Soeprijadi bersama Moeradi. Sayangnya pemberontakan itu mampu digagalkan dan yang tertangkap, disiksa, diadili hingga dihukum mati oleh Kempeitai (Polisi Militer Jepang) di Pantai Ancol pada 16 Mei 1945.
Peristiwa Merah Putih di Manado
Pada tanggal yang sama 71 tahun lampau (14 Februari 1946), sejumlah pemuda Manado, Sulawesi Utara yang tergabung di KNIL (Koninklijke Nederlands Indisch Leger/Pasukan Kerajaan Hindia Belanda), mengadakan kudeta terhadap NICA (Nederlandsch Indie Civil Administratie/Pemerintahan Sipil Hindia Belanda). Kudeta itu berhasil merebut Kota Manado dari tangan Belanda untuk kemudian menyatakan bergabung ke Republik Indonesia.
Gagasan kudeta ini tak lepas dari pemikiran Overstee (Letkol) CH Taulu, Sersan SD Wuisan, Bernard Wilhelm Lapian, Wangko Sumanti, Frans Lantu, Yan Sambuaga dan Wim Tamburian. Pada suatu dini hari 14 Februari 1946, KNIL Kompi VII yang berbasis di Teling, menyergap dan menangkap tentara-tentara NICA lainnya.
Tak ada perlawanan dari garnisun-garnisun KNIL lainnya karena menganggap pemberontakan militer itu hanya untuk menuntut perbaikan nasib. Komplotan KNIL Kompi VII itu jgua sukses membebaskan beberapa tokoh nasionalis seperti Nani Wartabone, OH Pantouw, Geda Dauhan, John Rahasia serta Chris Ponto yang sebelumnya dipenjarakan NICA.
Dari sana, dua peleton pasukan pemberontak bergerak ke Tomohon dan Manado. Beberapa perwira Belanda ditangkap dan ketika sudah sukses dikuasai, bendera merah putih dikibarkan di segenap wilayah Minahasa.
Pemberontakan PKI di Cirebon
Di waktu yang hampir bersamaan dengan peristiwa merah putih di Manado, terjadi penyerbuan dengan kekuatan penuh Tentara Republik Indonesia (TRI) ke Cirebon. Bukan, bukan untuk menghantam sekutu atau Belanda, melainkan Partai Komunis Indonesia dengan Laskar Merah-nya.
Sebelumnya pada 12 Februari 1946, Kota Cirebon dikuasai PKI yang baru berdiri pimpinan Mr M Joesoep dan Mr Soeprapto. Dengan memanfaatkan kehadiran Laskar Merah yang datang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, PKI menguasai Kota Cirebon setelah beberapa unit TRI di dalam kota dilumpuhkan.
Perundingan yang coba dilakukan Panglima Divisi II/Sunan Gunung Jati Kolonel Zainal Asikin Yoedadibrata dengan pihak PKI, gagal.
Alhasil penyerbuan coba dilancarkan TRI dari Resimen V Cikampek pimpinan Letkol Moefreini Moe’min pada 13 Februari yang sayangnya, gagal karena kalah lengkap persenjataannya dari PKI dan Laskar Merah.
Baru pada 14 Februari, didatangkan TRI dari Tegal, Pekalongan, bahkan Akademi Militer Tangerang. Kekuatan gabungan tentara republik itu pun berhasil memaksa Laskar Merah dan PKI menyerah dan Kota Cirebon direbut kembali. Pimpinan PKI Mr Joesoep diseret ke pengadilan militer yang kemudian divonis empat tahun penjara.