KAWASAN Babelan yang berada di pesisir utara Kabupaten Bekasi dekat Laut Jawa, bisa dibilang sebagai kampung petarung selain kampung santri. Tidak hanya banyak jawaranya, tapi juga dikenal jadi tempat banyak bermukimnya eks petarung revolusi fisik 1945-1949.
Engkong (kakek) H Mursal salah satunya. Berangkat dari kenal dekatnya engkong dengan salah satu keponakan ulama ternama serta pahlawan nasional asal Bekasi KH Noer Ali, tak pelak engkong Mursal pun ikut angkat senjata di masa perang kemerdekaan.
Sebagaimana para (mantan) petarung republik di wilayah Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa yang pernah ditemui penulis, engkong Mursal masih nampak “segar” lagi gahar di usianya yang sudah memasuki 89 tahun. Masih galak, masih kuat pula mengembuskan asap rokok kretek yang diisapnya.
Informasi awal tentangnya, didapat dari rekan penggiat sejarah komunitas Front Bekassi yang berprofesi sebagai notaris, Nurkholis Wardi. Blusukan dan pencarian pun dilancarkan bersama rekan dari komunitas yang sama, Beny Rusmawan.
Setelah tanya sana-sini, didapatlah kediaman sang engkong. Kediaman yang asri dengan banyak pohon dan bangunan rumah sederhana dengan halaman yang luas di depan dan di belakangnya yang dihiasi pohon bambu jepang.
“Kalau ngomong sama engkong, yang sabar yak. Kadang suka ngulang-ngulang pertanyaan. Namanya juga udah tua. Kalau rada galak, maafin yak,” cetus Syafei, salah satu putra engkong H Mursal yang ditemui sebelum masuk ke rumahnya.
Sajian kopi hitam panas dan “cemilan” anggur merah pun melengkapi suasana bertamu. Obrolan ringan sembari minta izin menggali kisahnya mengawali perkenalan yang Alhamdulillah, direspons hangat.
Dari yang tadinya tengah rebahan di kasur kapuknya dengan bercelana training dan kemeja yang kancingnya terbuka semua, hingga berkenan duduk sembari mengenakan kacamata tebalnya.
“Dulu pertama kali ikut Kiai (Noer Ali) karena keponakannya yang biasa maen (bergaul) sama saya. Ketika Kiai memobilisasi pemuda kampung untuk ikut laskar, dateng dia 3 kali ke rumah. Pas dapet izin orangtua, baru saya ikut laskar pimpinan Kiai (Noer Ali),” tutur engkong H Mursal kepada Okezone dengan logat Betawi yang kental di kediamannya di Desa Ujung Bahagia, Babelan, Bekasi.
“Kita dilatih sama M Hasibuan yang dari TKR Laut (Tentara Keamanan Rakyat Laut, kini TNI AL) dan tentara TKR (darat) anak buahnya pak Sambas (Atmadinata, Komandan Batalyon V/Bekasi). Setelah itu ditempatkan di asrama pemuda laskar di Pebayuran,” imbuhnya.
Engkong H Mursal selepas pelatihan Laskar Hisbullah-Sabilillah pimpinan KH Noer Ali, tak luput dari rolling tugas menjaga garis demarkasi (Inggris-TKR) di sekitar Kali Cakung, medio November 1945.
“Kita ya ganti-gantian jaga, gabungan TKR sama laskar jaga Kali Cakung. Kadang dikunjungi langsung pak Sambas, pak Lukas (Kustaryo, Danyon I Sektor Karawang-Bekasi). Ngerubuhin pohon sengon sama pohon kelapa buat barikade,” lanjut engkong Mursal.
“Tapi yang namanya Belanda mah, alatnya lengkap. Gampang buat mereka minggirin barikadenya,” sambungnya lagi seraya penulis membenarkan bahwa yang disebut Belanda itu adalah tentara Inggris, lantaran buat engkong, semua orang kulit putih disebutnya Belanda.
Inggris merangsek ke wilayah republik pasca-kejadian salah satu pesawat mereka jatuh di Rawagatel, Cakung dan penumpangnya tiada yang selamat. Diyakini, mereka yang selamat dicabut nyawanya oleh oknum-oknum petarung republik.
(Baca: NEWS STORY: Bekasi Lautan Api & Gentle-nya Hukuman Inggris)
Pecahlah Pertempuran Sasak Kapuk. Pertempuran di Pondok Ungu yang kalau sekarang, adanya di simpang Jalan Sultan Agung, Kota Bekasi.
(Baca juga: Heroisme KH Noer Ali Hantam Sekutu di Pondok Ungu)
“Itu yang meninggal sampai 27 orang. Anak-anak (laskar, TKR dan TKR Laut) pada kagak denger apa kata Kiai. Mereka lihat mortir-mortirnya kagak meledak di persawahan, malah pada maju. Padahal Kiai perintahin buat mundur. Tahu-tahu Belanda datengin pasukan bantuan dari Kranji,” kenangnya.
Engkong Mursal sendiri jadi salah satu pelakunya dan beruntung, dia sempat mendengarkan seruan KH Noer Ali untuk mundur lantaran pasukannya kalah persenjataan dari Inggris.
Di antara sepak terjang pengalamannya yang paling diingat, adalah ketika engkong H Mursal dan kawan-kawannya nyaris menghabisi tiga orang asing yang ditangkapnya. Ini yang bikin penasaran, karena memang pernah ada cerita yang sama tapi beda versi.
Versi dari beberapa literatur, ada orang asing yang ditangkap dan dijadikan mualaf serta salah satunya dinamai Mustofa, tapi asalnya tentara British India. Akan tetapi versi engkong H Mursal, yang ditangkap itu berkulit putih alias bule yang digeneralisasikannya sebagai Belanda.
“Pernah kita lagi patroli, nangkep tiga orang Belanda. Hampir kita habisin tuh. Kita sempat bawa dulu ke Kiai,” cetusnya lagi yang coba diklarifikasi lagi dengan memotong omongannya, soal benarkah yang ditangkap orang Belanda atau Inggris.
“Et dah, dengerin dulu gue mau ceritain ini!,” ketus engkong dengan nada meninggi.
Tapi bukannya malah kesal, kami justru tambah antusias melihat dan mendengar kisah engkong yang masih gahar di usia senjanya.
“Dia itu Belanda, orang badannya gede tinggi begitu, kulitnya putih. Ada tiga orang, tapi yang punya kemampuan (militer/angkat senjata) cuma satu. Yang dua enggak bisa dan cuma dijadiin pesuruh aja sama Kiai,” kisahnya lagi.
“Awalnya mau kita matiin itu. Tapi kata Kiai: ‘Dia kan sama-sama manusia seperti kita. Jangankan dibunuh, dicolek aja enggak boleh’. Terus yang satu itu yang punya kemampuan (militer), dijadiin mualaf dikasih nama Mustofa sama Kiai. Selebihnya, kita berantem (berperang/bergerilya) bareng-bareng sama dia itu,” tandas engkong Mursal.
Engkong Mursal walau hanya berstatus laskar di masa perjuangan, setidaknya masih dapat tunjangan veteran bulanan, sebagaimana para pejuang lainnya asal Babelan berkat H Wardi, salah satu keponakan KH Noer Ali yang berkenan mengurus tunjangan mereka.
Perpisahan serasa tak lengkap kalau tidak berfoto dengan salah satu penyabung nyawa demi negara kita yang sudah merdeka ini. “Et dah, masak foto sama orang tua,” cetusnya saat kami minta berfoto dengannya.
“Lha iya, kong. Justru sama pejuang petarung begini kita senang dan bangga bisa berfoto bareng,” timpal Beny seraya mengancingkan kemeja engkong H Mursal jelang berfoto.