JAKARTA - Bareskrim Polri berhasil mengungkap dua jaringan atau sindikat perdagangan orang internasional. Satu kasus pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dan satu lagi diterbangkan ke Damaskus di Suriah.
Sedikitnya delapan orang ditangkap atas tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tersebut, dengan jumlah korban yang teridentifikasi 12 orang. Seorang korban di antaranya, sebut saja Ria, berstatus di bawah umur. Usianya baru 14 tahun, tetapi ditulis agensi bodong itu menjadi 19 tahun.
Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto menekankan, beberapa pelaku akan diproses secara hukum karena disangkakan melanggar Pasal 6 dan Pasal 10 UU RI No 21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman hukuman 3-15 tahun penjara.
Sebagian lagi dikenakan Pasal 102 UU RI Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri dengan ancaman hukumannya 2-10 tahun.
"Tapi kasusnya masih kami kembangkan dan kami mengarahkan penyidik supaya pelaku bisa diganjar pasal berlapis, yakni TPPO tambah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagai pasal pemberatan," jelas ARI dalam konferensi pers di Gedung Mina Bahari 2, Kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2017).
Jenderal bintang tiga itu menjelaskan, penambahan Pasal TPPU memungkinkan karena selama penyelidikan, timnya menemukan perputaran uang yang nilainya cukup besar. Dari barang bukti, ada tabungan-tabungan pelaku yang sedang diselidiki.
"Kami ingin mengejar aliran uangnya bagaimana dan tersalur ke mana saja. Biar pelaku disanksi dan dapat efek jera," tegasnya.
Cara Kerja Sindikat Abu Dhabi
Bicara soal perputaran uang di kalangan sindikat TPPO, Ari Dono membeberkan, jaringan Fadel menerima USD3.200 atau Rp42,7 juta per TKI dari agen penyalur tenaga kerja di Abu Dhabi.
Uang tersebut kemudian oleh jaringan ini diserahkan ke masing-masing tersangka sesuai tugasnya. Ari memaparkan, untuk sponsor diberikan Rp1,4 miliar, pengurus paspor dapat Rp330 juta, pengurus surat sehat ke klinik Rp143 juta, pengurus visa ke tersangka ARA yang bekerja sama dengan HP selaku Direktur PT NIJ sebesar Rp268 juta.
Selain itu, dana tersebut juga mengalir ke jaringan yang ada di bandara atas nama S, diduga menerima Rp600 juta. Uang itu diterimanya sebagai jerih payah membantu proses pemberangkatan 110 TKI di bandara.
"Dana itu juga digunakan oleh jaringan Fadel untuk membeli tiket dari biro perjalanan (travel) kurang lebih Rp880 juta per 110 TKI ke Abu Dhabi. Rutenya, dari Jakarta transit di Singapura, baru terbang ke Dubai," ujarnya.
Ari menambahkan, total keuntungan calon TKI yang paspornya masih aktif sebesar Rp15 juta per orang. Jadi total keuntungan Rp5,4 miliar. Adapun calon TKI yang paspornya sudah mati atau tidak memiliki paspor, keuntungan yang diraup Rp13 juta per orang. Berarti total keuntungannya Rp4,68 miliar.
Sindikat Damaskus Manfaatkan Malaysia untuk Transit
Terkait jaringan Evi, pengirim TKI ilegal dengan rute Indonesia transit di Malaysia lalu ke Damaskus di Suriah, diduga meraup keuntungan Rp10 juta-Rp15 juta per calon TKI. Terhitung selama periode 2014 hingga Juli 2017.
Diduga, jaringan ini sudah mengirimkan ratusan TKI ilegal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), ke Damaskus, Suriah via Malaysia.
"Fakta lain, Calon TKI melalui perusahaan yang menjadi sponsor melakukan cek medis dengan biaya Rp1,3 juta per orang. Padahal enggak sesuai prosedur," tutupnya. (sym)
(Rachmat Fahzry)