YANGON - Peraih Nobel sekaligus Pemimpin Myanmar de facto, Aung San Suu Kyi, untuk pertama kalinya memberikan komentar kepada publik mengenai nasib etnis Rohingya yang teraniaya di negaranya tersebut. Suu Kyi mengatakan bahwa pemerintahannya berusaha untuk melindungi hak-hak warga Rohingya. Ia pun mengatakan sudah membicarakannya kepada Presiden Turki Tayyip Erdogan melalui sambungan telefon.
"Kami tahu betul, sangat paham, hak asasi manusia dan perlindungan demokrasi," kata Suu Kyi, berdasarkan catatan panggilan telefon.
"Kami memastikan bahwa semua orang di negara kami memiliki hak yang terlindungi, bukan hanya pertahanan politik tapi sosial dan kemanusiaan," ungkapnya, dilansir dari CNN, Rabu (5/9/2017).
Setelah pembicaraan Erdogan dengan Suu Kyi, juru bicara kepresidenan Turki mengumumkan Badan Kerjasama dan Koordinasi Turki (TIKA) akan mengirimkan 1.000 ton bantuan ke Rakhine.
"Bantuan tersebut akan dikirim ke daerah Maungtaw dan Buthi Taung di wilayah utara Rakhine bantuan akan diberikan kepada ratusan keluarga yang mengungsi dari rumah dan desa mereka akibat serangan," kata juru bicara Ibrahim Kalin.
"Tahap pertama bantuan yang akan dilakukan ke Rohingya yang melarikan diri ke daerah pegunungan termasuk makanan pokok dan ikan kering serta pakaian," tambahnya.
Juru bicara tersebut menambahkan karena wilayah tersebut masih tidak aman, bantuan akan dikirimkan melalui helikopter militer yang bekerja sama dengan otoritas Rakhine.
Suu Kyi mendapat kecaman dalam beberapa hari ini karena gagal meredakan konflik dan perlindungan etnis Rohingya oleh pemerintahannya, mengingat citranya sebagai pejuang hak asasi manusia dan peraih Nobel Perdamaian.
Selama ia berbicara di telefon dengan Erdogan, Suu Kyi juga mengatakan bahwa banyak informasi yang keliru mengenai “pembersihan teroris”. Ia menyatakan bahwa pemerintahnya bekerja keras dan memastikan bahwa terorisme tidak menyebar ke seluruh Negara Bagian Rakhine.
BACA JUGA: Kronologi Kekerasan di Rakhine Pemicu Eksodus Muslim Rohingya
Sekadar diketahui, bentrokan dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh tentara telah menewaskan sekira 370 gerilyawan Rohingya, 13 aparat keamanan, dua pejabat pemerintah, dan 14 warga sipil, kata militer Myanmar pada Jumat 25 Agustus.
Tentara mengatakan melancarkan pembersihan terhadap "teroris garis keras" dan pasukan keamanan diberi pengarahan untuk melindungi warga. Namun, warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh mengatakan bahwa serangan dengan pembakaran dan pembunuhan bertujuan untuk memaksa mereka keluar.
BACA JUGA: Kejam! Pemerintah Myanmar Tutup Semua Bantuan dari Organisasi PBB untuk Rohingya
PBB saat ini sudah memperkirakan sekira 123.600 etnis Rohingya akan mengungsi tiba di perbatasan Bangladesh.
Dengan demikian, jumlah total pengungsi Rohingya di negara tersebut kini meningkat menjadi 210 ribu orang sejak Oktober 2016, saat kelompok radikal yang sama menggelar serangan serupa. (pai)
(Rifa Nadia Nurfuadah)