KECINTAAN pada tanah air terkadang mengalahkan segalanya, seperti kecintaan Seo Ok-Ryol kepada Korea Utara (Korut). Meski lahir di Korea Selatan (Korsel), mantan mata-mata Pyongyang berusia 90 tahun itu masih merindukan untuk kembali ke tanah air-nya atau yang dia sebut sebagai “fatherland”, Korut, untuk terakhir kalinya.
Perjalanan hidup Seo penuh dengan tragedi. Dia menghabiskan tiga dekade di dalam penjara Korsel setelah tertangkap melakukan kegiatan mata-mata pada 1960-an. Dia terhindar dari dua hukuman mati dan mengaku terpaksa menyatakan kesetiaannya kepada Seoul agar dibebaskan dari penjara.
Namun, pria lanjut usia yang mengatakan dirinya ‘tidak melakukan kesalahan selain kecintaannya kepada fatherland’ itu mengatakan ingin kembali ke Korut sebelum dijemput ajal.
Seo lahir di sebuah pulau di selatan Korea dan menjadi komunis saat menjadi siswa di salah satu universitas elit korea di Seoul. Dia kemudian bergabung dengan pasukan Korut pada Perang Korea dan mundur bersama mereka saat pasukan PBB mendesak maju.
Usai gencatan senjata, Seo bergabung dengan Partai Pekerja Korut dan bekerja sebagai guru di Pyongyang saat dia ditugaskan ke sekolah pelatihan mata-mata pada 1961. Dia dikirim dalam sebuah misi ke Selatan untuk mencoba merekrut pejabat senior pemerintah Korsel yang saudaranya telah membelot Utara.
"Saya harus pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal kepada istri saya,” kata Seo sebagaimana dikutip Daily Mail, Sabtu (23/9/2017).
Dia menyelundup dengan berenang melintasi Sungai Yeomhwa dan berhasil bertemu dengan orangtua dan keluarga pembelot Korsel tersebut. Namun, dia diterima dengan dingin serta penolakan dan misinya pun gagal.