PADA hari ini atau tepatnya pada 21 Oktober 1966, sebuah longsoran lumpur dan batu mengubur sebuah sekolah di Aberfan, Wales, Inggris. Insiden mengerikan tersebut telah menyebabkan sedikitnya 148 orang tewas yang sebagian besar korban terdiri dari para pelajar sekolah dasar.
Sekolah nahas tersebut sendiri diketahui berada di bawah sebuah bukit di mana sebuah kegiatan penambangan berlangsung dan kerap membuang limbahnya. Aberfan adalah sebuah desa pertambangan kecil di Lembah Sungai Taff. Sejumlah besar penduduk desa bekerja di Merthyr Vale Colliery, sebuah tambang batu bara yang telah diprivatisasi oleh Dewan Batubara Nasional pada 1947.
Tambang Merthyr Vale per harinya mengeluarkan 36 ton abu, limbah dan lumpur batubara. Saat kejadian, tinggi limbah yang menumpuk di Merthyr Vale mencapai 213 meter. Tak kuat lagi berdiri, gunungan limbah tersebut ambruk dan menghantam peternakan warga, bangunan sekolah dan beberapa rumah warga.
Sebelum bencana ini terjadi, sebelumnya Desa Arbefam diguyur hujan selama beberapa hari secara terus-menerus. Beberapa pekerja tambang pada dasarnya telah melihat adanya retakan, namun mereka memilih membiarkannya tanpa melakukan penyelidikan lebih lanjut. Dan pada 21 Oktober pagi, langit di wilayah itu gelap karena ditutupi kabut tebal.
Tak lama kemudian para pekerja tambang mendengar suara keras dan melalui kabut samar-samar para warga melihat puncak tumpukan limbah telah menghilang. Puncak gunung limbah itu ambruk dang longsorannya mengalir melintasi lereng bukit menuju pertanian, sekolah dan delapan rumah. Debu hitam tebal menyelimuti seluruh desa.
Lumpur yang mengubur bangunan sekolah diketahui memiliki kedalaman 13 meter. Kala itu terdapat sekira 250 orang yang berada di sekolah tersebut. Di antara mereka yang selamat, banyak yang mengalami luka parah. Orangtua dan petugas penyelamat segera mulai menggali sisa longsoran untuk mencari anak-anak mereka.
Dalam kurun waktu 6 hari ditemukan sebanyak 116 mayat anak-anak. Jasad wakil kepala sekolah juga turut ditemukan dengan kondisi yang mengharukan. Si wakil kepala sekolah itu ditemukan tengah memeluk 5 muridnya. Perdana Menteri Inggris saat itu, Harold Wilson mengunjungi lokasi kejadian dan berjanji akan melakukan penyelidikan terkait penyebab pasti bencana.
Penyelidikan itu selesai dalam kurun waktu 5 bulan dan melibatkan lebih dari 100 saksi. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa gunungan limbah telah menutupi jalur mengalirnya air hujan. Dan air yang terus menumpuk membuat gunungan itu retak hingga akhirnya roboh. Kini bekas lokasi bencana dijadikan sebuah situs untuk mengenang para korban.
(Rufki Ade Vinanda)