JENEWA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson mengeluarkan pernyataan keras terhadap Presiden Suriah, Bashar al-Assad. Tillerson menegaskan bahwa Assad dan keluarganya tidak memiliki peran di masa depan Suriah.
Menlu Negeri Paman Sam itu menyampaikan hal tersebut jelang Geneva Talk yang akan digelar pada 28 November 2017. Sekadar informasi, pertemuan ini akan mempertemukan Pemerintah Suriah dengan pihak oposisi yang digelar di Kota Jenewa, Swiss.
Sebagaimana dikutip dari Middle East Monitor, Jumat (27/10/2017), Tillerson mengatakan Pemerintah Presiden Donald Trump mendukung Geneva Talk karena itu merupakan salah satu jalan untuk mengakhiri perang sipil di Suriah. Menlu AS itu juga mengklaim, pembincaraan damai itu juga dapat menjadi langkah maju Suriah dalam transisi politiknya menuju pemilihan umum.
“AS menginginkan Suriah yang utuh dan bersatu tanpa peran Bashar al-Assad di pemerintahannya,” ucap Tillerson di Jenewa pada Kamis 26 Oktober 2017. Kunjungannya ke Jenewa itu merupakan agenda terakhirnya pada perjalanan kunjungan resminya setelah ia menyambangi Arab Saudi, Qatar, Pakistan dan India.
“Ini adalah pandangan kami dan saya telah mengatakannya berkali-kali bahwa kami tidak percaya ada masa depan bagi rezim Assad dan keluarga Assad. Masa pemerintahan keluarga Assad akan segera berakhir. Satu-satunya masalah adalah bagaimana melakukannya,” jelas Tillerson.
Namun tampaknya memundurkan Assad merupakan hal yang cukup sulit. Pasalnya, pemerintahannya didukung oleh Rusia, Iran bahkan kelompok Hezbullah.
Serangan udara Rusia, militan yang didukung Iran serta Hezbullah berhasil memukul mundur kelompok teroris ISIS dalam beberapa bulan terakhir bahkan mengambil alih sejumlah wilayah yang diduduki oleh para pemberontak, seperti di Aleppo, Homs dan Damaskus.
“Pembacaan saya adalah Assad ada di sini (Suriah) untuk tinggal selama Rusia dan Iran tidak memiliki pilihan alternatif (pengganti-red) dirinya. Tanggal kepergiannya (dari Pemerintah Suriah-red) akan tergantung kepada Rusia dibandingkan yang lain. Saat atau jika mereka menemukan seseorang yang lebih baik, ia mungkin akan pergi,” ungkap salah satu diplomat negara Barat yang tak disebutkan namanya.
(Emirald Julio)