BANYUMAS - Tepat di belakang bekas rumah tinggal Bupati Banyumas yang kini digunakan sebagai kantor kecamatan Banyumas, terdapat sumur tua berdiameter 15 cm yang hingga kini masih dipertahankan.
Sumur tua itu disebut Sendang Mas. Dalam bahasa Jawa, sendang berarti sumur, sedangkan mas adalah warna emas. Sumur ini menjadi saksi sejarah perpindahan pusat pemerintahan Banyumas pada masa kepemimpinan Bupati Banyumas ketujuh, Raden Malik Ganda Kusuma atau biasa dikenal Yudanegara II.
Sekitar tahun 1708, Yudanegara II hendak menyepi untuk bersemedi di sebuah hutan yang sangat sunyi yang saat itu bernama Wanasepi, yang saat ini diperkirakan menjadi Desa Binangun, Banyumas. Ia bermaksud merenung untuk mendapat solusi dari kondisi Banyumas yang ia pimpin. Dikisahkan, saat itu Banyumas sedang dalam kondisi yang kurang baik.
Suatu ketika pada Kamis Wage setelah ashar, saat matahari condong ke barat, ia melihat sinar matahari menembus dedaunan di sebuah bukit. Fenomena alam itu membuat citra tanah yang terpancar sinar matahari menjadi terlihat keemasan.
Juru pelihara Sendang Mas, Triyono Indra W (37) berkisah bahwa Yudanegara II seperti mendapat sebuah petunjuk dari fenomena tersebut. Ia kemudian berjalan ke sana.
Di sana, ia mendapati sebuah tuk, atau mata air yang keluar dari tanah dan menggenang. Tempat ditemukannya sumur itu kemudian disebut sebagai Geger Duren karena berada di lembah yang diapit oleh dua bukit.
"Adanya sumur itu seperti ilham dari Tuhan kepada Yudanegara II. Air itu kan sumber penghidupan, seolah itu pertanda bahwa pusat pemerintahan akan lebih hibup jika dipindah ke sini," kata Triyono.
Akhirnya, Yudanegara II mengabarkan kepada jajaran di bawahnya untuk memindahkan pusat pemerintahan ke wilayah yang ia sebut sebagai Geger Duren itu. Sumber air yang ia temukan itu dirawat dan digunakan rakyat untuk keperluan sehari-hari.
"Pada mulanya sumur itu lebar, sekitar 1,5 meter. Ketika Belanda berkuasa, sumur itu ditutup, tapi kemudian mengeluarkan air lagi. Ahirnya sumber air itu dirawat dengan lebar alaminya sekitar 15 cm hingga sekarang," ujar Triyono.
Sampai kini, sumur itu masih ada dan masih mengeluarkan air. Sumur itu dalamnya hanya 3 meter. Sumur kecil itu kerap dikunjungi orang-orang dari berbagai daerah.
Tujuannya macam-macam, ada yang untuk mencari ilham dan kepentingan lainnya. Triyono bercerita, pernah ada perempuan berusia 25 tahun dari Banten yang sedang mendalami wayang datang untuk melakukan ritual untuk mendalami kebatinan kewayangan yang ia pelajari.
"Ada juga petinggi-petinggi yang datang ketika mau mencalonkan diri (sebagai wakil raykat -red)," ujar Triyono.
Maksud mereka datang ke sana untuk napak tilas kepemimpinan masa silam di Banyumas. "Mereka ingin menyerap energi kepemimpinan di masa silam agar bisa maju menjadi pemimpin," kata Triyono.
Orang yang memiliki hajat di sumur Sendang Mas, akan menimba sendiri dengan batok kelapa bertali merah. Tali merah itu ialah simbol keberanian untuk menghadapi masalah. Sedangkan hanya batok kelapa yang bisa menjangkau permukaan air dengan diameter 15 cm.
Triyono berkisah, orang yang datang tidak selalu mulus mendapatkan air dari sumur. Pada masa-masa tertentu, adakalanya sumur kering. Di lain kesempatan, bukan mata air jernih yang didapat, tapi keruh.
"Biasanya orang datang di Kamis Legi atau Kamis Wage. Karena dulu sumur ini ditemukan Yudhanegara II di hari itu," Triyono menjelaskan.
Jika sumur kering, pengunjung harus berkunjung di lain kesempatan. Jika air keruh, bisa jadi ada makna lain. Triyono bilang, ada dua kemungkinan. Pertama, mungkin niat orang yang datang adalah buruk. Kemungkinan kedua, bisa saja memang yang datang memerlukan air keruh.
"Ada pengunjung yang datang dan dapat air keruh. Ternyata memang itu keperluannya, sebagai obat kulit. Jadi air keruh itu ia oleskan di area kulit yang butuh pengobatan," kata Triyono.
Biasanya, orang yang ingin melakukan ritual di sana setidaknya menyiapkan 7 macam sesaji yakni, kembang telon, kinang, rokok kemenyan, dua buah pisang mas raja, minyak fanbo, dan kemenyan.
Menjelang Pilkada 2018 ini, Triyono mendapati ada beberapa orang yang datang dengan maksud melancarkan pencalonannya sebagai kepala daerah, atau untuk menunjang karir politiknya.
Apapun niat orang itu, Triyono mengatakan, kisah Yudanegara II harusnya bisa menjadi contoh bahwa sejatinya pemimpin itu memikirkan benar-benar rakyat. Yudanegara bersemedi hingga menemukan Sendang Mas adalah sebuah laku mencari solusi dari kekacauan daerah yang ia pimpin.