ATAMBUA – Menjalani masa kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) 2018, para pasangan calon bersama timnya kembali menemui masyarakat di seluruh daerah berpulau itu untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerjanya lima tahun ke depan. Hal itu juga yang dilakukan Esthon Foenay-Chris Rotok.
Mereka berkesempatan blusukan ke tengah masyarakat di Kabupaten Malaka dan Belu, di ujung Pulau Timor, wilayah batas NKRI dengan Timor Leste. Pasangan nomor urut 1 yang diusung Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Perindo itu menyampaikan sejumlah tekad pembangunan.
"Infrastruktur jalan dan jembatan serta penerangan hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat akan kami kembangkan. Kami punya rencana program itu untuk lima tahun ke depan," kata Esthon Foenay di hadapan masyarakat Kabupaten Belu, Senin (19/2/2018).
Ia menerangkan, masih ada begitu banyak pekerjaan rumah pembangunan kemasyarakatan di wilayah perbatasan negara yang belum rampung dilakukan pemerintahan sekarang. Hal tersebut tergambar nyata dari tingkat kesejahteraan dan ekonomi masyarakat di serambi negara itu.
(Baca: Esthon-Chris Bakal Berantas Perdagangan Orang Berkedok TKI)
Secara kasat mata, ungkap Esthon, masih ada banyak akses jalan dan jembatan di wilayah dua kabupaten tapal batas tersebut yang membutuhkan perhatian serta percepatan pembangunan. Langkah tersebut tentu akan memberi dampak terhadap kemajuan masyarakat berkat terbukanya akses transportasi dan komunikasi sosial antarwarga.
"Kalau akses jalan dan jembatannya masih kacau balau, bagaimana masyarakat bisa menikmati kemajuan menjalin komunikasi dengan masyarakat daerah lain yang sudah lebih maju," ujarnya.
Wakil Gubernur NTT 2008–2013 ini melanjutkan, dirinya bersama Chris Rotok memiliki cukup akses ke pemerintah pusat melalui lembaga legislatif di DPR RI yang menyediakan anggaran percepatan pembangunan infrastruktur. Esthon mengungkapkan, kader Partai Gerindra Fary Djemi Franscis adalah ketua Komisi V DPR RI yang membidangi infrastruktur.
"Karena akses inilah maka kami mau yakinkan kepada seluruh masyarakat NTT, khususnya yang ada di perbatasan negara ini, untuk tidak perlu khawatir soal pembangunan infrastruktur. Kami pasti akan lakukan hal itu," tegasnya.
Pemerintah, kata dia, nantinya hanya membutuhkan pemetaan kebutuhan yang riil dari setiap kabupaten/kota untuk merancang skala prioritas sesuai kesanggupan anggaran yang dimiliki daerah dan negara. Selain pembukaan dan peningkatan akses melalui pembangunan infrastruktur, Esthon juga membahas mengenai listrik di rumah-rumah warga perbatasan.
Harus diamini saat ini masih ada begitu banyak rumah di perbatasan, terutama kalangan keluarga yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah, hidup tanpa penerangan memadai dari listrik. Lalu jika sudah terpasang, layanannya terbatas dan menggunakan waktu terbatas. Dengan kondisi itu akan memberikan banyak dampak buruk bagi keluarga-keluarga.
"Waktu belajar anak-anak sudah pasti sangat terbatas karena keterbatasan waktu pelayanan listrik. Kita mau harapkan sumber daya yang berkualitas bagaimana?" ucapnya.
Esthon-Chris, lanjut mantan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT itu, memiliki sejumlah rancangan pemenuhan dan penuntasan listrik masyarakat di perbatasan.
(Baca: Esthon-Chris Dukung Kampanye Damai Tanpa Politik Uang dan Isu SARA)
"Masak serambi negara yang adalah wajah bangsa masih gelap, sementara di seberang tetangga kita terang benderang. Ini harus kita tuntaskan. Kita akan meminta pemerintah pusat memberi perhatian lebih cepat dan segera," tuturnya.
Selain Esthon Foenay-Chris Rotok dengan nomor urut 1, terdapat tiga pasangan calon gubernur yang ikut dalam kontestasi pilkada serentak di NTT pada 27 Juni 2018. Di nomor urut 2 ada Marianus Sae-Emiliana Nomleni yang diusung PDIP dan PKB; nomor urut 3 ada Benny K Harman-Beni Litelnoni yang diusung Demokrat, PKPI, dan PKS; serta nomor urut 4 Viktor Bungtilu Laiskodat-Josef Nae Soi yang diusung Partai Nasdem, Golkar, dan Partai Hanura.
(Hantoro)