Human Rights Watch menuturkan, para korban yang berhasil selamat mengatakan bahwa mereka dipukuli, dilecehkan, ditusuk, dan ditembak oleh para tentara. Padahal, orang-orang itu hanya berkumpul untuk mencari perlindungan di tempat yang lebih aman dari agresi militer.
Juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay, membantah laporan penghancuran kuburan massal tersebut. Ia mengatakan bahwa pemerintah daerah sedang membersihkan area tersebut untuk dibangun kembali.
“Tidak ada warga desa dan perumahan di sana, hanya tanah kosong. Kami harus membangun kembali desa baru di sana,” ujar Zaw Htay. Ia menambahkan, pembangunan itu dilakukan demi menyambut kedatangan pengungsi Bengali, yang bersangkutan menolak menyebut Rohingya, dari Bangladesh.
Ketika ditanyakan mengenai penghancuran kuburan massal itu, Zaw Htay justru berbalik meminta bukti-bukti akurat. Ia meminta agar media jangan mudah percaya kepada cerita-cerita dari orang Bengali di seluruh dunia atau pembela-pembelanya.
“Tolong beri saya bukti yang terpercaya, konkret, dan kuat, jangan berdasarkan cerita dari orang-orang Bengali di seluruh dunia atau pelobi-pelobi mereka,” tegas Zaw Htay.
(Wikanto Arungbudoyo)