JAKARTA - Direktur PT Java Trade Utama, Johanes Richard Tanjaya yang merupakan anggota konsorsium PNRI menyebut ada jatah sebesar 7 persen dari proyek pengadaan e-KTP ke anggota parlemen di Senayan, Jakarta. Johanes menyebut anggota parlemen di Senayan tersebut dengan istilah 'SN Group'.
Awalnya, Johanes mengaku tahu adanya pembagian fee atau jatah proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR dari anak buahnya yang merupakan anggota Tim Fatmawati, Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobi. Dari pengakuan Bobi, Johanes mendapatkan info bahwa anggota DPR yang dikenal dengan istilah 'SN Group' mendapat jatah 7 persen dari proyek e-KTP.
"Saya tidak mengetahui langsung (soal pembagian fee) saya dapat info dari Bobi, SN Group itu. Iya Jimi Iskandar bercerita, bahwa Irvanto pernah cerita (ke Boby) Senayan dapat jatah 7 persen, Group SN itu," ungkap Johanes saat bersaksi untuk terdakwa perkara dugaan korupsi e-KTP, Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2018).
(Baca Juga: Eks Dirut PT Quadra Solutions Beberkan Penyamaran Jual-Beli Ruko Adik Gamawan Fauzi)
Namun, Johanes mengaku tidak tahu lebih detail kenapa bisa disebut dengan istilah 'SN Group' oleh anak buahnya, Boby. Dia hanya memastikan bahwa SN Group mendapatkan jatah 7 persen dari proyek pengadaan e-KTP, tahun anggaran 2011-2012.
Johanes tidak menampik bahwa 'SN Group' merupakan singkatan dari Setya Novanto Group. Sayangnya, ungkap Johanes, Boby tidak menjelaskan secara detail SN Group itu.
"Kalau sekarang saya pikirkan itu, Setya Novanto. Tapi saat dikonfirmasi ke Boby, Boby menyatakan SN Group, pokoknya Irvanto bilang SN Group. Mohon maaf kalau saya salah kata, karena informasi Boby seperti itu," pungkasnya.
Dalam perkara ini, Setya Novanto didakwa secara bersama-sama melakukan perbuatan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sekira Rp2,3 triliun dalam proyek pengadaan e-KTP, tahun anggaran 2011-2013.
(Baca Juga: Bos Perusahaan Konsorsium Proyek E-KTP Bersaksi di Sidang Setya Novanto)
Setya Novanto selaku mantan Ketua Fraksi Golkar diduga mempunyai pengaruh penting untuk meloloskan anggaran proyek e-KTP yang sedang dibahas dan digodok di Komisi II DPR RI pada tahun anggaran 2011-2012.
Atas perbuatannya, Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(Arief Setyadi )