KPK Telusuri Penggunaan Uang Suap 'Anak Bantu Ayah' Wali Kota Kendari

Puteranegara Batubara, Jurnalis
Rabu 21 Maret 2018 17:56 WIB
Asrun dan anaknya Adriatma Putra yang jadi tersangka KPK (Foto: Antara)
Share :

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri penggunaan suap dari pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah kota (Pemkot) Kendari tahun 2017-2018.

Pasalnya, indikasi kuat dalam kasus ini adalah, uang sebesar Rp2,8 miliar yang diterima oleh Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra, guna kepentingan kampanye sang ayah, Asrun, yang maju sebagai sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan bahwa, penelusuran itu dilakukan dari pemeriksaan tiga saksi yang diperiksa hari ini. Mereka adalah, Komisaris PT Wahyu Putra Sulawesi Tenggara (Sultra), Wahyu Ade Pratama Imran, pihak Swasta, Kisra Jaya Batarai dan Adi Lukman.

 (Baca: Kronologi Suap Rp2,8 Miliar 'Anak Bantu Ayah' Wali Kota Kendari)

"Penyidik mendalami pengetahuan para saksi terkait aliran uang dan penggunaan uang tersebut," ucap Febri, Jakarta, Rabu (21/3/2018).

Menurut Febri, ketiga saksi tersebut sudah memberikan keterangan terkait dengan pertanyaan penyidik seputar penggunaan aliran suap tersebut.

Perkara ini sendiri dikenal dengan istilah ‘Anak Bantu Ayah’ lantaran Adriatma diduga menerima suap Rp2,8 miliar guna membantu ayahnya Asrun, guna maju dalam Pilkada 2018.

KPK menetapkan empat orang tersangka, yakni, Adriatma Dwi Putra, calon Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Asrun, Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN), Hasmun Hamzah dan Mantan Kepala BPKAD Kota Kendari, Fatmawati Faqih.

Suap yang melibatkan ayah dan anak ini, yaitu Asrun dan Adriatma diduga untuk kepentingan logistik dari Asrun yang maju sebagai calon Gubernur Sultra di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2018 mendatang.

 (Baca juga: Kode 'Koli Kalender' di Suap Wali Kota Kendari, Ini Maknanya)

Atas perbuatannya sebagai pemberi Hasmun Hamzah dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebagai pihak penerima, Adriatma, Asrun dan Fatmawati dijerat dengan Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

iframe > div>

(Ulung Tranggana)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya