YOGYAKARTA – Nabila Zulfa Nursyifa namanya. Berseragam Pramuka berbalut kerudung coklat, gadis kelas 3 SMA 7 Yogyakarta ini dengan semangat membantu para pemudik, baik yang turun maupun berangkat dari Stasiun Tugu Yogyakarta. Bersama teman-teman lainnya, keikhlasan dan kerelawanan terpancar jelas dari kesigapan gadis yang tergabung di Karya Bakti Lebaran 2018.
“Kita ditugaskan di Stasiun Tugu untuk membantu di sana. Kita bantu mengarahkan penumpang. Salah satunya yang saya antar-bule. Dia nanya, nanyanya tidak pakai ngomong, tapi menunjukkan dengan tiketnya. Terus kita menunjukkan gerbongnya (kereta api),” cerita Nabila Zulfa Nursyifa saat dihubungi, Kamis (21/6/2018).
Saat turis itu sudah masuk ke gerbong kereta api, dia masih memerhatikannya, apalagi turis itu tak kunjung menempati tempat duduknya. Nabila merasa ada sesuatu yang bermasalah. Kemudian, ia masuk kereta dan bertanya kepada para penumpang apa yang terjadi.
“Di tempat duduknya (turis) ada yang menempati. Saya ngomong sama bapaknya bahwa ini kursinya turis itu. Terus, bapak itu nanya, mbak kalau tukeran (tempat duduk) boleh tidak sama istri saya. Istri saya bawa anak, biar tidak ribet. Saya jawab, kalau itu saya kurang tahu. Bapaknya bilang agak memaksa, inginnya di situ. Terus, bapaknya bilang mbak turisnya bisa dianterin ke tempat duduk saya,” lanjutnya.
Nabila kemudian meminta turis itu mengikutinya. Sampai ke kursi yang ditukar, turis itu merasa bingung karena tempat duduknya tidak sesuai dengan tiketnya. Gadis ini bingung menjelaskannya, ia khawatir turis itu tidak bisa menangkap maksudnya.
Lalu, ada penumpang lain bertanya. Nabila menjelaskannya dengan harapan penumpang itu bisa menjelaskan ke turisnya. "Penumpang yang membantu saya itu meminta saya yang melapor pada kondektur. Setelah itu saya pergi," kata Pramuka SMA 7 Yogyakarta ini.
“Waktu mau bilang ke kondekturnya, saya lihat pintu kereta sudah pada ditutup. Saya agak lari gitu, kereta juga sudah jalan pelan-pelan. Terus, ketemu sama petugas keretanya, ditanyain bahwa kalau mau turun sekarang berani lompat apa, Dik? Saya jawab, tidak berani kalau lompat. Dia bilang, tidak ada-apa mbak ikut kereta dulu, nanti turun di Klaten. Padahal, kereta itu harusnya berhenti di Solo,” bebernya mengaku terbawa kereta.
Tak berselang lama, kondektur lewat. Ia bertanya ada kejadian apa. “Terus, saya kasih tahu ke Pak Kondekturnya, yang ternyata adalah ayah dari teman saya di SMA 7 Yogyakarta. Begitu sampai Klaten, bapaknya nganterin, ikut turun. Saya dianterin ke petugas untuk naik kereta yang ke arah Yogya,” papar Nabila sambil tersenyum.
Menurut dia, pengalaman ini tidak akan pernah terlupakan. “Membantu orang lain itu tanpa harus diminta dan jangan melihat mereka itu siapa, tapi yang paling penting kita juga harus memerhatikan situasi dan kondisi,” ungkap gadis yang aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sosial ini.
(Arief Setyadi )