JAKARTA - Pemerintah melakukan konsolidasi guna mengatasi persoalan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada 2018. Pasalnya, Indonesia akan menghadapi tiga peristiwa penting. Yakni pesta olahraga Asian Games XVIII di bulan Agustus, Annual Meeting World Bank-IMF 2018 bulan Oktober di Bali, dan pesta demokrasi pada April 2019.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menggelar rapat persiapan pemantauan Karhutla 2018 di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta. Dalam kesempatan itu, ia pun meminta pemerintah daerah, KLHK, Polri, TNI, BIN, BMKG, BNPB, Kementerian Perhubungan, dan instansi terkait untuk bekerja keras menuntaskan masalah ini.
"Saya minta, agar kita semua mengerahkan kemampuan maksimal dan bekerja bersama untuk menanggulangi kebakaran hutan," katanya.
Rapat ini bertujuan untuk memperkuat sinergi dan perbaikan proses kerja masing-masing kementerian dan lembaga.
Dalam laporannya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengungkapkan, pihaknya telah melakukan monitoring langsung di wilayah-wilayah yang kerap dilanda kebakaran hutan dan lahan. Seperti Kalimantan Tengah, Jambi, Sumsel, Kalimantan Barat, dan Riau.
"Dari pengalaman selama ini, manajemen penanggulangan kebakaran hutan dan lahan sudah lebih tertata, " terang Siti.
Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika memprediksikan puncak kemarau tahun ini akan terjadi pada Juli-September mendatang. Untuk periode mingguan, BMKG telah mengeluarkan prediksi harian yang berlaku hingga seminggu ke depan.
"Di situ akan terlihat tingkat curah hujan, kelembaban udara, dan kecepatan angin, yang bisa dipakai untuk melihat sampai sejauh mana tingkat hot spot di lapangan. Jika sudah sebesar 50 persen, maka dalam kategori membahayakan dan mudah terbakar," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Guna mencegah agar titik api tersebut tidak meluas, maka salah satu cara yang diusulkan adalah dengan meningkatkan kelembaban lahan gambut.
"Saya mengusulkan adanya hujan buatan yang efektif dilakukan di minggu ini dan minggu depan, karena ada kiriman awan dari Filipina," terangnya.
Usulan BMKG ini menjadi penting lantaran pengamatan Badan Restorasi Gambut (BRG) pada pertengahan Juli selama 2 minggu juga memperlihatkan adanya variasi permukaan air pada gambut dari < 0,5 m hingga -1,5 m. Kondisi yang masih bisa diterima adalah tinggi permukaan air < 0,5 m. Dengan begitu, kelembaban gambut masih terjaga.
Kemudian bila permukaan > 0,5 hingga -1,4 m di bawah gambut menandakan kelembaban yang mulai berkurang, bahkan tinggal 20-30 persen.
Lalu Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead menilai, langkah yang mesti dilakukan adalah dengan mempersiapkan sekat-sekat air yang dikerjakan oleh masyarakat.
Perwakilan pemerintah daerah, yang hadir diantaranya Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat. Mereka sepakat untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan semaksimal mungkin.
(Awaludin)