4 Sebab Maraknya Aksi Penjarahan di Kota Palu

Fadel Prayoga, Jurnalis
Rabu 03 Oktober 2018 07:32 WIB
Share :

JAKARTA - Penjarahan setelah bencana gempa-tsunami di Kota Palu yang dilakukan pengungsi dari musibah itu memicu aparat kepolisan mengambil tindakan tegas kepada para penjarah. Sosiolog Rissalwan Habdy Lubis mencatat ada empat penyebab utama mereka melakukan aksi kriminal tersebut. Di antaranya adalah faktor agama, adat, lingkungan dan pemberitaan di media.

Dari dimensi agama dan adat, lanjut dia nampaknya penduduk di sana sangat lemah dalam menjunjung norma agama ketika menjalani kehidupan sehari-hari. Alhasil, moral di dalam dirinya merasa kalau menjarah itu merupakan perbuatan yang benar. Lalu, jika dilihat dari faktor lingkungan, Rissalwan menilai ada keteledoran dari aparat kepolisian untuk mencegah aksi penjarahan.

“Dari sisi dimensi alam dan lingkungan, peran solidaritas sosial dan juga aparat keamanan menjadi kunci untuk bisa mencegah terpicunya kekacauan pasca bencana,” kata Rissalwan kepada Okezone, Rabu (3/10/2018).

(Baca Juga: 49 Pelaku Penjarahan di Palu-Donggala Ditetapkan Tersangka)

Tak hanya itu, lanjut dia, adanya artikel media online yang menuliskan kalau pemerintah mengizinkan masyarakat untuk mengambil barang-barang yang ada di toko, karena nantinya kebutuhan pokok yang diambil akan dibayarkan pemerintah, menjadi pemicu mereka untuk semakin brutal melakukan penjarahan di jalanan.

“Ironisnya, kekacauan itu justru didorong oleh dimensi media massa dan online yang menyampaikan pesan dari pemerintah bahwa menjarah dibolehkan karena nanti akan dibayar oleh pemerintah. Dimensi artikulasi media ini menjadi puncak legalisasi perilaku brutal tersebut,” imbuh dia.

Aksi penjarahan pasca terjadi bencana, kata Rissalwan, juga pernah terjadi di musibah tsunami Aceh pada 2004 dan gempa bumi di Padang, Sumatera Barat pada 2009 lalu. Tapi di sana tak berlangsung parah seperti di Palu, karena ketika itu pemerintah tak menganjurkan masyarakat untuk mengambil barang-barang yang ada di pertokoan.

“Waktu di Aceh sempat ada beberapa penerobosan toko kelontong yang rubuh. Demikian pula di Padang, tapi cepat bisa dikendalikan karena memang tidak ada arahan yang melegitimasi penjarahan dari pemerintah pusat,” jelasnya.

Ia menjelaskan, solusi yang paling efektif dari permasalahan itu adalah pemerintah harus cepat melakukan pendistribusian bantuan secara merata.

“Bantuan dan logistik harus segera dipercepat. Kan bisa menggunakan metode helicopter dropping seperti waktu di Aceh 2004 dan Padang 2009. Posko terdekat bisa dari Makassar atau Manado sehingga masih terjangkau oleh jarak terbang helikopter medium. Selain itu, gudang bulog dipastikan ada di tiap propinsi termasuk di Sulawesi Tengah. Gudang bulog ini bisa dijadikan sentral pembagian kebutuhan korban bencana agar korban tidak kelaparan dan makin kalut pasca kejadian bencana,” pungkasnya.

(Baca Juga: Jokowi Turut Berkomentar soal Kabar Penjarahan di Lokasi Gempa Palu)

Sekadar informasi, polisi mengamankan sebanyak 49 pelaku penjarahan barang di lokasi gempa dan tsunami Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Pelaku terbukti mencuri di toko barang elektronik di toko-toko hingga uang di mesin ATM.

"Pelaku melakukan pencurian disaat bencana alam dengan tersangka 49 orang," ungkap Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto di Kantor Kemkominfo, Jakarta, kemarin.

(Khafid Mardiyansyah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya