PADANG - Ada tradisi badoncek yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Minangkabau seperti di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, tradisi ini mirip dengan saweran untuk membangun sesuatu yang sudah disepakati bersama, mulai dari kepentingan menikah bahkan sampai pembangunan infrastruktur.
Wakil Bupati Padang Pariaman, Sumatera Barat, Suhatri Bur mengatakan tradisi "badoncek" atau patungan sering dilakukan saat lebaran ini dapat membantu mempercepat pembangunan di daerah itu. "Bandoncek sifatnya gotong royong untuk membantu pembangunan sarana publik dan kegiatan," ujarnya.
Sifat badoncek itu itu adalah gotong royong maka warga di daerah tersebut masih mempertahankannya terutama untuk membantu sesama. Namun ketika memasuki lebaran, lanjutnya intensitas tradisi itu meningkat dari hari biasa karena adanya kegiatan halal bi halal yang dihadiri oleh perantau asal Padang Pariaman.
Tradisi Badoncek untuk pembelian bahan kebersihan di Sumbar (Foto: Ist)
"Bahkan setiap hari semenjak memasuki lebaran saya menghadiri undangan halalbihalal yang diakhiri dengan badoncek," terangnya.
Ia menyebutkan adapun halalbihalal tersebut mulai dari ikatan perantau hingga kegiatan alumni sekolah. “Tradisi itu harus dipertahankan karena dapat membantu masyarakat dan pemerintah setempat untuk mempercepat pembangunan di daerah itu. Apalagi tradisi tersebut menyerahkan uang secara sukarela untuk pembangunan sehingga dapat mengajarkan keihklasan,” terangnya.
Tradisi badoncek bersifat terbuka dan diketahui orang lain dan cendrung saling berlomba memberikan jumlah uangnya juga menjadi sebuah hiburan tersendiri bagi masyarakat setempat. “Tradisi ini harus dipertahankan pembangunan dan pendidikan sosial,” pungkasnya.
Namun pembangunan di Sumatera Barat tak cukup dilakukan dengan tradisi Badoncek. Pemerintah harus turun tangan membangun infrastruktur dasar di daerah tersebut.
Ketua Forum Masyarakat Minang (FMM), Irfianda Abidin mendukung langkah pemerintah dalam meningkatkan infrastruktur yang ada di Sumatra Barat. Hal itu dilakukan guna menekan angka distribusi yang dapat menimbulkan ekonomi dengan biaya tinggi.
Namun demikian, pihaknya juga meminta agar pembangunan infrastruktur dapat dibarengi dengan industrialisasi. Sehingga perekonoman tetap tumbuh. Karena sesungguhnya, pembangunan infrastruktur di masyarakat sudah terbentuk di jatidiri masyarakat minang sebagai sebuah tradisi.
“Saya kira pemerintah juga harus melakukan skala prioritas. Apakah insfrastruktur dulu atau masyarakatnya dikayakan dan industrinya dimajukan. Itu dilakukan guna menyaingi para pedagang dari luar, seperti China. Karena kami yakin masyarakat Minang bisa bersaing dengan mereka,” kata Irfianda.
Ketua Forum Masyarakat Minang (FMM), Irfianda Abidin (Foto: Ist)
Menurut dia, Sumatra Barat saat ini tengah membutuhkan peningkatan infrastruktur yang memadai. Kendati demikian, pihaknya juga meminta agar pemerintah memperhatikan perekonomian pada sektor riil.
Lanjut Buya Irfianda, ada saatnya nanti industri yang dibangun di Jawa perlu dikembangkan kembali di Sumatera Barat. Dan dia pun menilai orang Padang sangat piawai dalam perdagangan.
“Saya sudah contohkan, Pak Samsudin seorang Pariaman dia yang memproduksi salah satu merek celana jeans, kemudian di ekspor ke luar negeri. Saat era Soharto dollar berada pada level Rp2600, kemudian krisis 98 naik menjadi Rp12000. Ternyata kenaikan dollar bagi Samsudin berdampak devisa yang luar biasa. Bahkan dia sekarang bisa mendirikan salah satu hotel di Padang. Nah, kalau hal itu banyak dilakukan oleh pengusaha Padang yang lain, tentunya dapat meningkatkan pereknomian di bumi minang,” jelasnya.
(Khafid Mardiyansyah)