Menanggapi Darurat Kebebasan Beragama di China

Opini, Jurnalis
Sabtu 05 Januari 2019 15:05 WIB
Foto: Okezone
Share :

Meski ada sejumlah kasus di lapangan yang menunjukkan bahwa intoleransi juga terjadi, namun secara garis besar peristiwa tersebut merupakan indikasi minor. Tiap umat agama di Indonesia, baik mayoritas maupun minoritas dengan bebas dan nyaman menjalankan ritual peribadatan. Pemerintah juga mengakui hari raya utama agama resmi dengan menjadikannya hari libur nasional. Tidak kita temukan diskriminasi maupun persekusi negara terhadap penganut agama yang menghiasi tajuk utama berita. Para pendiri bangsa ini telah bersepakat bahwa dasar negara kita adalah Pancasila, bukan agama tertentu.

Dalam konstitusi kita, negara menjamin hak atas kebebasan beragama bagi tiap warga negara Indonesia dengan landasan hukum Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Tak hanya itu, dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga mengakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia, maka penindasan terhadap kebebasan beragama merupakan pelanggaran terhadap HAM itu sendiri. Penegasan peran negara agar tiap penduduk leluasa dalam menjalankan agamanya juga tertuang dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya”.

Sementara itu, pengakuan terhadap kebebasan beragama dalam instrumen hukum internasional tertuang dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada 1966 yang telah diratifikasi Pemerintah Republik Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005. ICCPR merupakan perjanjian internasional dan oleh karenanya mempunyai kekuatan mengikat secara hukum terhadap negara-negara pesertanya.

Ketentuan Pasal 18 ICCPR yang terdiri dari empat (4) ayat tersebut menegaskan kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama sebagai hak setiap manusia. Ayat (2) dari pasal tersebut menegaskan hak setiap orang untuk bebas dari paksaan yang dapat merusak kebebasan untuk menganut agama dan kepercayaan.

Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, dan baru-baru ini resmi menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Indonesia seyogyanya dapat menjembatani persoalan yang dialami komunitas beragama di RRC tersebut. Berlandaskan politik luar negeri bebas dan aktif, kita bisa mengupayakan solusi melalui pendekatan soft-diplomacy tanpa mengganggu hubungan bilateral yang terjalin cukup baik dengan China.

Indonesia harus menggunakan pengaruhnya di forum Internasional, mengajak komunitas global lain untuk bersuara agar pemerintah China memberikan perlindungan terhadap warganya untuk lebih leluasa dalam memeluk dan menjalankan agamanya. Meski demikian, kita harus cermat dan hati-hati, karena isu Uighur ini tidak berkaitan dengan unsur agama semata. Ada variabel lain yang ‘bermain’ dan saling terkait.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya