Satir Politik, Ironi Ruang Publik Pemilu

Opini, Jurnalis
Rabu 16 Januari 2019 14:16 WIB
Anggota KPU Jawa Barat, Idham Holik (foto: ist)
Share :

Sebagai yang diperbicangkan oleh publik secara luas dan massif, satir politik sebenarnya dapat dilihat dengan perspektif yang berbeda yaitu sebagai stimulator atau pemicu dialog kritis di antara warga negara di ruang publik (public sphere).

Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran para komunikator politik seperti politisi (peserta pemilu, tim kampanye dan para pendukungnya), professional (misalnya analis politik, jurnalis), dan aktivis (Nimmo, 1978) harus dapat memandu materi percakapan politik ke arah yang lebih rasional dengan argumentasi yang logis atas visi dan program pemerintahan yang ditawarkan oleh para kandidat selama masa kampaye elektoral.

Dalam buku The Structural Transformation of the Public Sphere, Jurgen Habermas (1989) menyatakan bahwa ruang publik sebagai sarana komunkasi dialogis. Sebagai model percakapan teridealisasi (idealized model of conversation) di antara warga negara terinformasi, dialog politik dalam ruang publik seharusnya dapat menjadi proses pencerahan, tanpa intimidasi atau serangan verbal terhadap siapapun yang terlibat.

Di ruang publik, pemilih dapat mengkonfirmasi dan mendalami serta bahkan mengkritik secara rasional dan terbuka atas gagasan politik dan program pemerintahan yang dikampanyekan oleh para peserta pemilu beserta timnya. Ruang publik yang sehat dapat mengembangkan kehidupan demokrasi elektoral berbasiskan argumentasi logis, bukan sebaliknya dimana kini ruang publik dipenuhi oleh pesan politik yang mengandung ujaran kebencian, berita palsu, dan lain sebagainya yang sekiranya dapat menumpulkan nalar rasional publik dan mengembangkan sikap sinis pemilih.

Perdebatan di ruang publik yang sehat dapat meningkatkan kecepercayaan politik publik (public’s political trust) terhadap proses penyelenggaraan dan hasil pemilu itu sendiri. Kepercayaan politik yang tinggi atas Pemilu 2019 menjadi modal utama untuk menjadikan Indonesia sebagai negara dengan status full democracy (demokrasi penuh).

Sudah saatnya, para komunikator politik dapat mentransformasi gaya komunikasi politik sinis dan irasional menjadi rasional dan mencerahkan. Hentikan ruang publik diisi oleh gaya kampanye perang kata-kata dan sebaliknya penuhi ruang publik dengan gaya kampanye programatik atau kontestasi gagasan politik visioner.

Ini menjadi tuntutan yang tak terhidari bagi siapapun yang menginginkan terwujudnya budaya politik yang baik. Oleh karena itu, perdebatan rasional dan programatik harus dihidupkan dan dikembangkan dalam ruang-ruang publik elektoral, apalagi kini sudah dimulainya debat pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden pada tanggal 17 Januari 2019 untuk pertama kalinya.

Sumber Rujukan: Index 2018

Austen-Smith (2017). The Rise of the ‘Citizen Satirist’. A thesis for fulfilment of the requirements for the degree of Master of Journalism at Massey University.

Baumgartner, Jody C & Morris, Jonathan S. (2006). The Daily Show Effect Candidate Evaluations, Efficacy, and American Youth. In American Politics Research, 34 (3) May 2006: 341-367 DOI: 10.1177/1532673X05280074

Chen, Hsuan-Ting, Gan Chen, & Sun, Ping (2017). How Does Political Satire Influence Political Participation? Examining the Role of Counter- and Proattitudinal Exposure, Anger, dan Personal Issue Importance. International Journal of Communication, 11 (July 2017), 3011-3029.

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya