BENGKULU - ''Harimau makan manusia tidak mengenal waktu. Dari pagi, siang, sore dan malam. Masyarakat yang tinggal di sini (Desa Semidang) kala itu di makan harimau,'' ingat Siti Hadijah (84), warga Desa Semidang Kecamatan Semidang Lagan Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu kepada Okezone.
Desa Semidang, salah satu desa di Kabupaten Bengkulu Tengah. Desa dengan 119 kepala keluarga (KK) ini, sempat ditinggalkan penduduk-nya. Lamanya 35 tahun, kira-kira. Masyarakat mengungsi dari tanah kelahiran mereka, lantaran di teror puluhan ekor Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae).
Konon, tidak kurang dari puluhan orang menjadi korban keganasan harimau, kala itu. Masyarakat yang menjadi korban pun tidak hanya satu desa. Namun, masyarakat sembilan dusun yang saat ini menjadi desa, di wilayah tersebut ikut menjadi korban keganasan harimau. Sepanjang Tematang Panjang hingga Bukit Jenggi atau Bukit Kabu, tepatnya.
Hari itu, Minggu 20 Januari 2019. Cuaca di Kecamatan Semidang Lagan, cerah berawan. Begitu juga di desa yang di huni 414 jiwa ini. Daerah yang berjarak sekira 35 kilometer (KM) dari Kota Bengkulu ini, sempat menjadi 'desa hilang', ditinggalkan ribuan penduduk-nya.
Lenyapnya desa tersebut masih diingat, salah satu keturunan masyarakat asli desa Semidang Kecamatan Semidang Lagan Kabupaten Bengkulu Tengah. Siti Hadijah, namanya. Pagi itu perempuan kelahiran 84 tahun silam ini sedang santai di dalam rumah anak bungsu-nya, Evi Susanti.
Tak lama kemudian, ibu dari lima orang anak ini keluar dari dalam rumah. Mengenakan hijab warna hijau muda, dipadukan dengan pakaian serba putih. Duduk di teras halaman rumah. Diusia-nya yang uzur, istri dari Alm. M Hud, pendengaran dan penglihatan-nya masih normal. Terlihat masih gagah.
Di usia ke-84 tahun, ibu dari lima orang anak ini, masih ingat keganasan harimau yang menyantap masyarakat di daerah-nya kala itu. Tahun 1938, kira-kira. Saat itu istri usianya masih sekira 4 tahun. Dia sempat menjadi saksi keganasan dari harimau yang menyerang desa kelahirannya.
Kala itu, ibu dari Evi Susanti ini ikut kakek dan nenek-nya. Alm Ali Resah dan Almh. Siti Renah, namanya. Mereka tinggal di desa Semidang, dahulunya desa ini bernama, Karang Nanding.
Puluhan tahun lalu, warga di wilayah ini hidup tentram. Tidak terusik oleh harimau. Jaman itu masyarakat di daerah ini berkebun, bertani dan beternak.
''Orang di sini (Semidang) dulu, kaya-kaya. Hasil perkebunan dan pertanian melimpah,'' cerita Siti Hadijah, sembari mengingat kenangan masa lalu.
Kepala Harimau Dijadikan Pentungan
Masyarakat di daerah ini mulai di serang harimau ketika turun gunung dari Bukit Jenggi, tak jauh dari desa. Ketika turun gunung, harimau memangsa hewan ternak milik warga. Mulai dari kambing dan kerbau. Tidak kurang dari belasan hewan ternak telah di makan 'si raja hutan'.
Terakhir, harimau memangsa seekor kerbau. Hewan ternak itu milik salah satu warga setempat. Tak ingin hewan ternak lainnya menjadi korban. Masyarakat berpikir membuat jebakan guna menangkap harimau yang meresahkan warga di wilayah tersebut.
Harimau itu dijebak menggunakan bangkai kerbau yang sebelumnya telah di mangsa harimau. Bangkai kerbau itu di pasang di bawah pondok. Di areal perkebunan milik warga. Ranjau itu di pasang, kakak dari orangtua, Siti Hadijah. Dalam bahasa masyarakat setempat di sapa 'wak'. Namanya, alm. Mas Diah.
Jaman itu, Mas Diah diketahui memiliki kesaktian. Selain memiliki kesaktian dia juga sebagai pejabat. Juru tulis pesira, saat ini setara dengan sekretaris kecamatan. Pemasangan ranjau harimau oleh Mas Diah, dilakukan sendiri.
Usai memasang ranjau, dia menunggu kedatangan harimau. Dengan dibekali satu pucuk senjata rakitan, kecepek. Setelah beberapa lama menunggu. Harimau pun datang dan memangsa bangkai kerbau yang sebelumnya telah dipasang. Melihat harimau sudah mulai menyantap. Mas Diah, langsung menembak harimau tersebut hingga mati.
Setelah harimau mati, Mas Diah memotong leher harimau hingga putus. Kepala harimau itu dibawa ke dusun. Setiba di dusun, kepala harimau yang memangsa hewan ternak itu digantung di simpang jalan dusun. Di pos siskamling, tepatnya. Kepala harimau itu dijadikan 'pentungan'.
Penggantungan kepala harimau tersebut, untuk membalas dendam kepada harimau yang telah memangsa hewan ternak milik warga di daerah tersebut. Sehingga warga yang melintas di daerah itu selalu memukul kepala harimau. Kepala harimau itu digantung cukup lama. Tidak kurang dari empat bulan.
''Kepala harimau digantung. Setiap orang lewat selalu memukul kepala harimau,'' kenang anak pasangan suami istri (Pasutri), alm. Bedul Lima dan almh. Siti Diah.