JAKARTA – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai pengurangan jumlah forward pada aplikasi pesan singkat WhatsApp tidak akan efektif mengatasi penyebaran berita bohong alias hoaks. Hal ini disampaikan juru bicara PSI bidang Teknologi Informasi, Sigit Widodo, menanggapi langkah WhatsApp mengurangi forward pesan menjadi hanya lima kali.
Pengurangan ini dilakukan Whatsapp setelah beberapa kali melakukan diskusi dengan Kementerian Kominfo RI sejak September 2017. Mulai 22 Januari 2019, layanan WhatsApp pada aplikasi berbasis Android hanya dapat meneruskan pesan secara langsung (forward) ke lima orang penerima.
Sigit menilai, pengurangan jumlah forward ini tidak akan menyurutkan langkah kelompok-kelompok yang berniat menyebarkan berita bohong melalui layanan pesan daring.
“Ini sekadar pengurangan dari yang sebelumnya bisa mem-forward pesan ke dua puluh penerima, menjadi hanya lima penerima. Kan mudah saja diganti dengan melakukan forward ke lima pengguna sebanyak empat kali,” ujar Sigit dalam keterangan tertulis yang diterima Okezone, Senin (28/1/2019)
Selain mudah diakali, pengurangan ini hanya berlaku untuk aplikasi berbasis Android yang melakukan update setelah 22 Januari 2019. “WhatsApp mengurangi forward ke lima penerima baru pada aplikasi berbasis Android versi 2.19.15 ke atas. Artinya, jika pengguna masih menggunakan versi sebelumnya dan memilih untuk tidak melakukan update ke versi terbaru, mereka tetap bisa meneruskan pesan ke dua puluh pengguna,” kata Sigit.
Pengurangan jumlah forward juga belum dilakukan WhatsApp pada aplikasi-aplikasi yang berjalan pada sistem operasi selain Android.
“Selain Android, WhatsApp juga berjalan pada sistem operasi iPhone, Windows Phone, Windows, Mac OS, dan web. Memang yang terbanyak menggunakan WhatsApp adalah pengguna Android, tapi penyebar hoaks kan mudah saja menggunakan platform lainnya,” ujar Sigit.
Sigit yang sebelum bergabung ke PSI menjabat sebagai Direktur Operasional Pengelola Nama Domain Internet Indonesia ini menilai, langkah yang dilakukan Whatsapp mungkin efektif jika penyebaran berita bohong tidak dilakukan secara sistematis.
“Kalau diasumsikan penyebar hoaks hanya masyarakat yang tidak sadar bahwa mereka menyebarkan berita bohong, mungkin langkah ini bisa lumayan mengurangi penyebaran hoaks. Namun menurut kami, yang jadi masalah besar justru berita bohong yang disebarkan oleh pasukan siber untuk kepentingan politik, terutama menjelang Pemilu,” tuturnya.