4. Gunung Mahawu
Menurut Data Dasar Gunung api Indonesia, sebelum tahun 1789 telah terjadi 3 kali letusan dari kawah pusat. Tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai kegiatan ini, baik tahun maupun keterangan kegiatan dari Gunung yang terletak di Kota Tomohon pada ketinggian 1331 mdpl.
Tahun 1789 terjadi Letusan dari kawah pusat, menimbulkan kerusakan tanah garapan, tahun 1846 Letusan freatik dari kawah parasit dan tahun 1904 Letusan dari kawah pusat. Sedangkan letusan tahun 1958, getarannya tercatat oleh seismograf di Pos Kakaskasen selama 78 menit, tetapi yang terasa hanya seketika saja dan terjadi secara mendadak, karena sebelumnya tidak ada getaran yang tercatat maupun getaran terasa.
Peningkatan kegiatan vulkanik yang teramati setelah tahun 1958 adalah Tahun 1974 Bulan Maret, terjadi semburan-semburan lumpur setinggi 0,5 meter. Titik kegiatan berada di tengah danau kawah. Tahun 1977 Bulan November, seluruh dasar kawah digenangi air. Di tengah-tengah terdapat bualan. Suhu air naik menjadi 650 C (normal 200 C). Asap kawah terlihat dari Pos setinggi 200 meter.
Tahun 1978 Kepulan asap putih tebal merata diatas permukaan air, suhu 700 C. Tahun 1987 Warna air hijau keruh, suhunya 450 C sampai 480 C. Tahun 1990 Suhu air 490 C. Asap tipis setinggi 100 meter. Dari produk letusan, sejarah kegiatan, bentuk dan struktur yang dapat dikenali menunjukkan bahwa pada masa lalu aktifitas vulkanik Gunung Mahawu cukup besar.
Adanya kaldera dan struktur lainnya mengindikasikan kegiatan magmatis besar yang kemudian diikuti oleh kegiatan struktur sesar. Disamping itu ditemukan indikasi pernah terjadi letusan samping yang menghasilkan lava. Sejarah kegiatan yang tercatat dalam waktu sejarah sebagian besar berupa letusan freatik dan freato magmatik, sedangkan yang bersifat murni magmatis relatif tidak terjadi.
5. Gunung Lokon
Sebelum tahun 1800 selang waktu erupsi sangat lama (400 tahun), tetapi sesudah 1949 menunjukkan peningkatan frekuensi yang sangat tajam, selang waktu erupsi bervariasi antara 1 - 4 tahun, rata-rata 3 tahun. Erupsi besar terakhir terjadi tahun 1991.
Bila terjadi erupsi besar, maka bahaya utama erupsi Gunung Lokon atau bahaya primer (bahaya langsung akibat erupsi) adalah luncuran awan panas, lontaran piroklastik (bom vulkanik, lapili, pasir dan abu) dan mungkin aliran lava. Sedangkan bahaya sekunder (bahaya tidak langsung dari erupsi) adalah lahar hujan yang terjadi setelah erupsi apabila turun hujan lebat di sekitar puncak.
Gejala Gunung Lokon menjelang meletus pada umumnya berupa menebalnya asap kawah, tingginya berfluktuasi antara 400 - 600 m di atas bibir kawah. Makin lama asap tersebut makin menebal dan suatu saat akan berubah warna menjadi kelabu, yang menandakan bahwa material berukuran abu sudah terbawa keluar.
Seperti pada 9 Februari 2002 terjadi erupsi abu, hembusan asap berwarna hitam tebal mencapai tinggi 1000 m tertiup angin ke arah tenggara. Endapan abu tersebar di sekitar Desa Kakaskasen III, Talete I, Talete II, Rurukan dan sebagian di sekitar Tondano dengan ketebalan antara 0,5 - 2 mm. 10 April, pukul 23.00 terjadi erupsi. Dalam suasana gelap terlihat lontaran material pijar dan jatuh kembali ke dalam kompleks kawah.
Asap erupsi mencapai tinggi 1000 m di atas bibir kawah. 12 April, pukul 18.16 wita erupsi susulan terjadi. Dalam suasana yang sudah mulai redup terlihat lontaran material pijar dan jatuh kembali ke dalam kompleks kawah. Asap erupsi mencapai tinggi 1000 m di atas bibir kawah. 13 April, pukul 06.30 dan 08.03 terjadi erupsi abu. Asap erupsi berwarna kelabu setinggi antara 50 - 75 m di atas bibir kawah. 23 Desember, pukul 05.32 terjadi erupsi abu. Asap erupsi berwarna kelabu mencapai tinggi 800 m di atas bibir kawah.