SOLO - Kota Solo pada zaman kolonial terus berkembang. Kebutuhan masyarakat akan sarana berkumpul dan mencari hiburan pun semakin meningkat. Banyak kalangan atas (Belanda dan bangsawan pribumi) yang membutuhkan hiburan berbau Eropa. Salah satunya adalah Sociëteit yang digunakan sebagai tempat untuk berkumpul, dansa, pesta, biliar, dan sebagainya. Sociëteit pada mulanya berkembang di Batavia, lalu didirikan di kota lain termasuk Solo.
Kata Sociëteit dalam bahasa Belanda berarti masyarakat. Sesuai dengan arti katanya, Societeit menjadi pusat berkumpulnya masyarakat Solo. Masyarakat Solo pada zaman dulu kerap menyebutnya ngesus dari kata soos.
Sociëteit di Kota Solo terus berkembang hingga fungsinya tak lagi sebagai sarana hiburan, namun juga pusat edukasi dan diskusi masyarakat. Di Solo ada tiga Sociëteit, yaitu Sociëteit Mangkoenegaran, Sociëteit Harmonie, dan Sociëteit Habipraya. Namun, bangunan yang masih tersisa hingga hari ini hanya Sociëteit Mangkunegaran yang kini menjadi Monumen Pers di Jalan Gajahmada.
Sociëteit Mangkoenegaran
Sociëteit Mangkoenegaran dibangun pada 1918 atas prakarsa Pangeran Arya Prangwerdhana atau Mangkunegara VII. Gedung yang dirancang Mas Aboekasan Atmodirono ini juga disebut Sociëteit Sasana Soeka. Gedung ini dibangun dengan tujuan utama memberikan tempat hiburan kepada rakyat karena hiburan di dalam keraton tidak bisa digunakan dengan mudah oleh masyarakat umum.