Bougainville Akan Gelar Referendum Kemerdekaan dari Papua Nugini pada Oktober

Rahman Asmardika, Jurnalis
Jum'at 01 Maret 2019 16:40 WIB
Gunung Bagana di Bougainville. (Foto: Loop)
Share :

SYDNEY – Referendum kemerdekaan untuk pulau Bougainville di Pasifik untuk memisahkan diri dari Papua Nugini (PNG) ditunda pelaksanaannya sampai Oktober 2019. Hal itu diungkapkan oleh Perdana Menteri PNG, Peter O’Neill pada Jumat.

Di bawah perjanjian damai yang ditandatangani setelah perang saudara sembilan tahun dengan Papua Nugini (PNG) yang berakhir pada 1998, Bougainville memiliki waktu hingga pertengahan 2020 untuk mengadakan referendum. Referendum tersebut semula dijadwalkan digelar pada Juni, namun kemudian mengalami penundaan empat bulan sampai Oktober.

Konflik antara PNG dan Bouganville dipicu oleh pembagian keuntungan dari tambang tembaga raksasa Paguna. Konflik tersebut memaksa perusahaan tambang Rio Tinto untuk meninggalkan Paguna. Rio Tinto pada akhirnya melepaskan sahamnya atas tambang tersebut pada 2016.

Pada saat konflik terjadi, tambang tersebut merupakan yang sumber pendapatan ekspor terbesar bagi Papua Nugini dan meliputi 7 persen dari produksi tembaga di dunia.

"Referendum tentang masa depan politik jangka panjang Bougainville akan diadakan pada 17 Oktober 2019," kata PM O’Neill dan Presiden Bougainville, John Momis sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (1/3/2019).

Pimpinan Komisi Referendum yang mengawasi pemungutan suara, Bertie Ahern mengatakan kepada ABC bahwa tiga tahun lalu, O’Neill dan Momis menetapkan 15 Juni sebagai hari pemungutan suara referendum. Namun, ternyata batas waktu itu “mustahil” dipenuhi karena pendaftaran pemilih mengalami kekurangan dana dan terlambat.

O'Neill dan Momis mengatakan dana sebesar 10 juta kina (sekira Rp41, 8 miliar) telah tersedia untuk mendanai pemilihan, dengan tambahan 10 juta kina yang dijanjikan pekan depan.

Konflik antara pasukan gerilya pemberontak Bougainville dan pasukan Papua Nugini menewaskan 20.000 orang selama satu dekade berikutnya. Konflik itu merupakan yang terburuk yang terjadi di wilayah Oseania sejak Perang Dunia II.

Hasil dari referendum, yang oleh banyak analis diperkirakan akan mendukung kemerdekaan harus diratifikasi oleh parlemen PNG. O'Neill dan Momis telah sepakat untuk bertemu lagi pada Agustus untuk membahas pengaturan yang diperlukan jika berhasil.

(Rahman Asmardika)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya