JAKARTA - Sempat ramai beredar kabar mengenai hasil Pilpres di luar negeri yang tersebar di grup WhatsApp dan media sosial lainnya. Terkait hal itu, Mabes Polri mengimbau kepada masyarakat agar tidak ikut-ikutan menyebarkan berita yang belum diketahui pasti kebenarannya.
"Polri mengingatkan masyarakat, bahwa meneruskan berita atau pemberitahuan bohong dapat dikenakan pidana dengan ancaman penjara setinggi-tinggi selama 10 tahun," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Lebih jauh, Dedi memaparkan, bilamana yang disebarkan mengandung ujaran kebencian (hate speech) atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), maka pelaku akan dijerat hukuman penjara paling lama enam tahun.
Memang diakuinya, serangan berita bohong atau hoaks terkait penyelenggaraan Pemilu juga tidak menutup kemungkinan mengalami gangguan siber, baik yang disengaja maupun yang terkendala akibat volume akses yang tinggi sehingga terjadi kelambatan akses data.
"Oleh karena itu, selain siap melakukan pengamanan fisik dengan dukungan keamanan penuh dari TNI dan Polri yang menjamin masyarakat untuk tidak ragu menggunakan hak pilihnya, KPU juga telah didukung banyak stakeholder agar penyampaian hasil hitung manual yang disaksikan secara terbuka dapat diketahui hasilnya oleh masyarakat," tutur Dedi.
Sebelumnya, Komisioner KPU RI, Hasyim Asy'ari membantah informasi palsu terkait hasil Pemilu di luar negeri itu. Hasyim menjelaskan, pihaknya baru akan melaksanakan penghitungan suara di TPS luar negeri yang tersebar di 130 kota dan 5 benua pada Rabu, 17 April 2019 mendatang. Ia memastikan kabar di dunia maya itu adalah hoaks.
"Kegiatan penghitungan suara pemilu di luar negeri dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 sesuai waktu setempat," kata Hasyim.
(Rizka Diputra)