JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengungkapkan terdapat empat ideologi yang ikut bertikai dalam kontestasi Pilpres 2019.
Pertama, kata dia, bisa sebut sebagai ideologi politik reformasi. Paham ini mulai dibawa BJ Habibie ketika menjadi presiden pertama era reformasi. Lalu dilanjutkan Abdurahman Wahid alias Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan sekarang Joko Widodo (Jokowi).
"Apa itu paham politik reformasi? Itu adalah varian demokrasi yang khas Indonesia. Ada kebebasan politik di sana. Berbeda dengan Orde Baru ataupun Orde Lama. Ada kebebasan ekonomi. Semua warga negara punya hak yang sama, apapun agamanya," kata Denny JA saat menerima The Legend Award, 4 Kali Berturut-Turut Ikut Memenangkan Pemilu Presiden, Rabu (3/7/2019).
Baca Juga: TKN dan TKD Akan Jadi Mesin Pemenangan di Pilkada Serentak 2020
Denny JA memaparkan bahwa ideologi kedua yang ikut berkontestasi yakni ideologi Islam Politik. Paham ini menginginkan syariat Islam lebih berperan di ruang publik dengan bentuknya yang bisa macam-macam seperti Negara Islam, sistem khilafah, hingga NKRI bersyariah.
"Bagi paham ini, ideologi yang berlaku sekarang terlalu sekuler. Terlalu liberal. Terlalu memisahkan politik dari agama. Yang menonjol dalam ideologi ini adalah FPI, HTI. Kedua ormas ini berperan signifikan dalam pilpres 2019, di belakang Prabowo," ujarnya.
Sedangkan ideologi ketiga adalah ideologi yang ingin kembali ke UUD 1945 yang asli. Adapun paham ini tak menyetujui sistem politik ekonomi yang berlaku sekarang lantaran menganggap secara politik terlalu liberal.
"Secara ekonomi, terlalu memberikan ruang pada perusahaan asing. Pelopor paham ini awalnya adalah Persatuan Purnawirawan Angkaran Darat. Di tahun 2009, tokohnya adalah letnan jendral suryadi. Mantan panglima TNI Djoko Santoso juga ada di barisan ini," tuturnya.
Baca Juga: Jokowi Tak Bubarkan TKN dan TKD, Beda dengan yang Kalah