GBHN Refleksikan Kearifan Generasi Milenial Membaca Tantangan ke Depan

Fetra Hariandja, Jurnalis
Jum'at 08 November 2019 17:10 WIB
Bambang Soesatyo. (Foto: Okezone.com/Harits Tryan)
Share :

Partisipasi pendidikan oleh anak usia sekolah juga masih menyimpan masalah. Bulan Juli 2019, sejumlah media lokal melaporkan bahwa total jumlah anak putus sekolah di 34 provinsi masih di kisaran 4,5 juta anak. Menurut data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), jumlah anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah berjumlah 1.228.792 anak. Untuk kategori usia 13-15 tahun di 34 provinsi, jumlahnya 936.674 anak. Untuk usia 16-18 tahun, ada 2.420.866 anak tidak bersekolah. Sehingga secara keseluruhan, jumlah anak Indonesia yang tidak bersekolah mencapai 4.586.332 anak.

Ketersediaan air bersih pun belum merata. Padahal, kemudahan akses terhadap air bersih menjadi bagian tak terpisah untuk mewujudkan kesejahteraan. Masih ada puluhan juta warga sulit mendapatkan air bersih. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), capaian akses air bersih saat ini 72,55 persen, masih di bawah target Sustainable Development Goals (SDGs) yang 100 persen. Inilah beberapa contoh persoalan dasar yang masih harus diselesaikan oleh negara. Belum lagi isu elektrifikasi nasional yang juga masih harus diselesaikan.

Kata Bamsoet, selain sejumlah persoalan dasar itu, bangsa ini pun harus realistis menyikapi masalah strategis lain yang nyata-nyata mengemuka di ruang publik dewasa ini. Ada kekuatan yang terus bereksperimen merongrong Pancasila, ada yang terus bercita-cita merubah NKRI, hingga upaya sistematis merongrong persatuan dan kesatuan bangsa yan sudah merasuki sejumlah institusi negara, termasuk institusi pendidikan tinggi.

“Sejumlah fakta dan temuan sudah menjadi pengetahuan bersama. Bahkan mereka yang terang-terangan meningkari Pancasila pun sudah teridentifikasi. Begitu mereka atau kelompok yang ingin mencabik-cabik persatuan bangsa ini. Belum ada kebijakan yang jitu untuk menanggapi masalah ini, karena semua elemen bangsa belum merumuskan kesepakatan bersama untuk merespons masalah ini. Maka, GBHN pun harus menyikapi masalah ini,” ujarnya.

Lalu pada saat yang sama, kata dia, negara juga harus bekerja lebih keras untuk memastikan Generasi Milenial dan Generasi Z punya kompetensi menanggapi perubahan zaman yang ditandai oleh gelombang inovasi disruptif (disruptive innovation) sekarang ini.

“Siapa yang bisa memastikan bahwa semua elemen Generasi Milenial Indonesia memahami konsekuensi logis dari era Industri 4.0 yang disruptif ini? Era serba otomatisasi dan digitalisasi yang telah mengeliminasi begitu banyak pekerjaan yang sebelumnya mengandalkan otak dan kreasi manusia. Opsi pembaruan kurikulum pendidikan mungkin tak terhindarkan untuk memberi peluang bagi Generasi Milenial dan Generasi Z membangun kompetensi mereka,” kata Bamsoet.

Selain itu, Bamsoet berharap negara proaktif melindungi generasi penerus dari berbagai ancaman yang datang dari luar. Tingginya gelombang penyelundupan narkoba patut dipahami sebagai bukti nyata perang proxy yang menargetkan generasi milenial Indonesia. Selama dua dekade terakhir ini, anak dan remaja Indonesia nyata-nyata menjadi target perang proxy.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya