DATA baru dari satelit Jepang telah memberikan tampilan yang paling detail tentang efek uji coba senjata termonuklir Korea Utara pada 2017, termasuk perkiraan hasil peledakan bom.
Perkiraan awal uji senjata termonuklir Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) yang digelar pada 3 September 2017 menempatkan kekuatan ledakan antara 50 dan 70 kiloton, dengan beberapa revisi kemudian menyebutkan hasil ledakan mencapai 400 kiloton. Namun, perkiraan berdasarkan perpindahan dari tanah yang diambil dari citra satelit oleh lembaga antariksa India, Indian Space Research Organisation (ISRO) telah meningkatkan hasil tersebut, menjadi yang jauh lebih kuat antara 245 dan 271 kiloton.
BACA JUGA: Jepang Sebut Bom Hidrogen Korut Lebih Dahsyat dari Bom Atom Hiroshima
Itu sekira 17 kali lebih kuat dari bom "Little Boy" yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) di Kota Hiroshima, Jepang pada Agustus 1945. Namun, untuk ukuran bom hidrogen, kekuatan itu bisa dikatakan masih agak kecil, dengan hasil uji bom hidrogen, H-AS pertama pada 1952 adalah 10,2 megaton, hampir 700 kali lebih kuat dari Little Boy.
Uji coba bom hidrogen Korea Utara 2017. (Reuters)
Sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Dr. K. M. Sreejith dari Pusat Aplikasi Luar Angkasa ISRO menerbitkan temuan mereka bulan lalu di jurnal Royal Astronomical Society, Geophysical Journal International.
Para ilmuwan menggunakan data dari satelit Jepang, Advanced Land Observing Satellite 2 (ALOS-2), untuk untuk mengukur perpindahan di permukaan Gunung Mantap, di mana uji bom hidrogen terjadi. Mereka menggunakan teknik yang disebut Synthetic Aperture Radar Interferometry (InSAR), yang menurut US Geological Survey (USGS) umumnya digunakan untuk secara akurat mengukur deformasi tanah yang terkait dengan gunung berapi, yang dapat membengkak sebelum meletus.
"Radar berbasis satelit adalah alat yang sangat kuat untuk mengukur perubahan di permukaan bumi, dan memungkinkan kami memperkirakan lokasi dan hasil uji coba nuklir bawah tanah," kata Sreejith dalam siaran pers yang dilansir Sputnik, Kamis. "Sebaliknya dalam seismologi konvensional, estimasi tidak langsung dan tergantung pada ketersediaan stasiun pemantauan seismik."