JAKARTA – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menilai perlu adanya kajian akademik untuk mengevaluasi pemilihan kepala daerah secara langsung. Nantinya, kata dia, hasil kajian akademik tersebut akan menghasilkan sejumlah opsi, antara lain tetap mempertahankan pilkada langsung atau mengubahnya menjadi pilkada tidak langsung (asimetris).
Pilkada asimetris merupakan metode pemilihan langsung yang memungkinkan hanya di kota-kota tertentu. Hanya daerah yang memiliki indeks kedewasaan berdemokrasi tinggi yang dapat memilih kepala daerah secara langsung.
Baca juga: Surya Paloh Nilai Tak Ada Model Pilkada yang Absolut
Terkait wacana itu, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan pilkada asimetris adalah terobosan baru yang digagas Tito. Namun, menurut dia, sistemnya perlu didalami lebih lanjut melalui riset.
"Iya gagasan Tito tentang sistem asimetris merupakan terobosan yang relatif baru. Kita apresiasi gagasan tersebut, tentu saja dengan catatan diperlukan pendalaman melalui riset," kata Karyono saat berbincang dengan Okezone, Selasa (26/11/2019).
Ilustrasi pemilihan secara langsung. (Foto: Ist)
Ia menerangkan, pilkada asimetris harus diteliti lebih dalam karena sistem tersebut masuk opsi alternatif dari evaluasi pilkada secara langsung sebagaimana diwacanakan Tito. "Karenanya masih perlu didalami untuk melihat plus-minusnya," imbuhnya.
Baca juga: Bawaslu Awasi ASN dan Politik Uang di Pilkada 2020
Dia menerangkan, sistem asimetris menerapkan pilkada langsung tidak di semua daerah. Ia pun ingin hasil kajian akademis dapat memberikan penjelasan yang gamblang tentang suatu daerah yang dapat memilih langsung dan tidak langsung. "Hal itu yang harus dijawab," jelasnya.
Karyono berpendapat, dalam setiap sistem pemilihan kepala daerah selalu terdapat celah untuk masuknya praktik politik uang, namun kadar dan sebarannya berbeda-beda. Maka itu, ucap dia, perlu didalami lebih lanjut melalui riset setiap opsi yang muncul atas evaluasi pilkada langsung.