NEW YORK - Majelis Umum PBB telah menyetujui resolusi yang mengutuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap Muslim Rohingya dan minoritas lainnya di Myanmar. Resolusi itu juga menyerukan Myanmar untuk menghentikan hasutan kebencian terhadap Rohingya dan minoritas lainnya.
Ribuan orang Rohingya terbunuh dan lebih dari 700.000 orang melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh saat tentara negara mayoritas Budha itu melakukan penumpasan di Provinsi Rakhine pada 2017. Myanmar membenarkan aksi kekerasan di Rakhine, menegaskan mereka sedang menangani ancaman ekstremis.
BACA JUGA: Suu Kyi Ingin Kasus Genosida Rohingya Dihapuskan dari Mahkamah Internasional
Awal bulan ini, Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi menolak tuduhan genosida di Mahkamah Internasional PBB (ICJ).
Resolusi PBB yang disahkan pada Jumat menyatakan kekhawatiran atas berlanjutnya arus masuk orang Rohingya ke Bangladesh selama empat dekade terakhir "sebagai akibat dari kekejaman yang dilakukan oleh pasukan keamanan dan bersenjata Myanmar".
Laporan itu menyoroti temuan-temuan sebuah misi internasional independen "dari pelanggaran berat HAM dan pelanggaran yang diderita oleh Muslim Rohingya dan minoritas lainnya" oleh pasukan keamanan Myanmar. Misi itu menggambarkan tindakan pasukan Myanmar sebagai "kejahatan paling berat di bawah hukum internasional".
Diwartakan BBC, Sabtu (28/12/2019), resolusi itu menyerukan Myanmar untuk melindungi semua kelompok dan untuk menjamin adanya keadilan bagi semua tindakan pelanggaran hak asasi manusia. Resolusi itu disahkan oleh total 134 negara dalam badan dunia yang beranggotakan 193 negara, dengan sembilan suara menentang dan 28 abstain.
Resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat secara hukum tetapi dapat mencerminkan pendapat dunia.
Duta Besar PBB untuk Myanmar, Hau Do Suan, menyebut resolusi itu "contoh klasik standar ganda (dan) penerapan norma-norma HAM yang selektif dan diskriminatif". Dia mengatakan resolusi itu dirancang untuk mengerahkan "tekanan politik yang tidak diinginkan" pada Myanmar dan tidak berusaha menemukan solusi untuk "situasi rumit di Provinsi Rakhine".