Direktorat Rehabilitasi Sosial mempertanyakan alasan ke-30 penerima manfaat menolak menerima pemindahan ke panti milik pemerintah provinsi.
Sementara itu, Kepala Balai Wyata Guna, Sudarsono menjelaskan polemik yang terjadi di Wyata Guna, sebetulnya sudah diproses secara bijaksana sejak tahun 2019. Pengelola balai bahkan telah memberikan toleransi kepada para penerima manfaat hingga bulan Juli. Di mana mereka seharusnya meninggalkan balai sejak Juni 2019.
Baca Juga: Wyata Guna Berubah Jadi Balai, Puluhan Penyandang Disabilitas Diminta Keluar
"Kami sudah secara persuasif meminta penerima manfaat untuk berinisiatif mematuhi ketentuan. Sebab, banyak penyandang disabilitas Sensorik Netra lainnya yang antre untuk masuk balai dan mendapatkan pelayanan," jelas Sudarsono.
Selain itu, pada tanggal 12 Agustus 2019, Kementerian Sosial dan Pemprov Jawa Barat juga telah melakukan rapat untuk mencari solusi bersama. Salah satu keputusannya adalah, Dinas Pendidikan Jabar berkomitmen membangun sarana pendidikan berkebutuhan khusus, dengan konsep boarding school yang dilengkapi asrama.
Dinas Sosial Provinsi Jabar juga sudah merencanakan pembangunan panti sosial yang melayani semua penyandang disabilitas termasuk sensorik netra. Pengembangan layanan terpadu nasional ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah meningkatkan pelayanan kepada penyandang disabilitas.
Namun Sudarsono menyayangkan, di tengah proses peralihan kepada Panti milik Pemprov Jabar, mencuat isu - isu yang justru kontraproduktif dengan langkah-langkah perbaikan dari pemerintah.
“Kita duduk bersama, mencari solusi terbaik. Kita semua anak bangsa, tidak mungkinlah saling menegasi,” tutupnya.
(Fiddy Anggriawan )